Ini 3 Agenda Paket Reformasi Hukum Jilid II
Utama

Ini 3 Agenda Paket Reformasi Hukum Jilid II

Pemerintah juga menyampaikan evaluasi paket reformasi hukum tahap pertama meliputi pemberantasan pungutan liar (pungli), penyelundupan, pemindahan lembaga pemasyarakatan (lapas), dan pelayanan publik berbasis elektronik.

Oleh:
ANT/ASH
Bacaan 2 Menit
Menkopolhukam Wiranto. Foto: biografiku.com
Menkopolhukam Wiranto. Foto: biografiku.com
Pemerintah menyampaikan tiga agenda reformasi hukum tahap II yang meliputi penataan regulasi, pemberian bantuan hukum dan pengembangan polisi masyarakat (polmas). Tiga hal ini yang ditekankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat rapat terbatas lanjutan Pembahasan Reformasi Hukum.   

“Untuk reformasi hukum tahap kedua ada tiga hal yang jadi penekanan Bapak Presiden,” kata Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dalam konferensi pers setelah menghadiri rapat terbatas lanjutan Pembahasan Reformasi Hukum di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (17/1).

Agenda pertama adalah penataan regulasi. “Tadi dilaporkan oleh BIN (Badan Intelijen Negara) bahwa regulasi kita ini sekitar 41 ribu regulasi. Diantaranya regulasi banyak yang sudah tumpang tindih, banyak yang sudah absurd, tidak jelas kegunaan manfaatnya, bahkan saling bertentangan ini jadi perhatian pemerintah,” kata Wiranto. (Baca Juga : Ditunggu Reformasi Hukum Jilid II)   

Dia melanjutkan akan ada tim khusus yang menganalisis dan menata aturan-aturan yang tumpang-tindih termasuk aturan yang perlu dihapus.

“Aturan ini segera ditata kembali dan dievaluasi sehingga regulasi yang tidak perlu dapat dihapuskan saja, sehingga jelas mana aturan yang benar dan mana aturan yang sudah tidak sesuai dengan kehidupan sekarang. Ini mudah-mudahan lebih cepat lebih baik,” tambah Wiranto.

Agenda kedua adalah perluasan jangkauan bantuan hukum kepada masyarakat kecil. “Selama banyak keluhan dari masyarakat kecil yang merasa termarjinalkan untuk mendapatkan rasa keadilan dan keamanan,” kata dia.

Pemerintah berupaya untuk memberi akses agar masyarakat kecil dapat memperoleh bantuan hukum yang terjangkau ketika mereka mengalami masalah hukum.

“Salah satu sebabnya bagaimana kalau ada masalah, dapat segera mendapatkan bantuan hukum dengan murah kalau perlu cuma-cuma bagi masyarakat yang kurang mampu, yang miskin. Mereka akan mendapatkan lebih banyak perhatian pemerintah,” jelas Wiranto.

Agenda ketiga adalah membangun rasa aman di lingkungan masyarakat melalui pengembangan pemolisian masyarakat (polmas).

“Maka kita akan lebih mengembangkan polmas, pemolisian masyarakat sehingga menciptakan lingkungan yang aman, tenang sekaligus menjadi cara untuk membangun early warning system di lingkungan masyarakat. Kalau ada aktivitas-aktivitas yang mengarah ke radikalisme dan terorisme bisa segera diketahui lebih awal,” kata dia.

Sesuai Peraturan Kapolri No. 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat, Polmas adalah suatu kegiatan untuk mengajak masyarakat melalui kemitraan anggota Polri dan masyarakat, sedangkan pengemban Polmas adalah setiap anggota Polri.

“Kita ingin melakukan ini lebih cepat sehingga kesan pemerintah tidak hadir, kesan pemerintah tidak mempedulikan masyakat betul-betul itu anggapan salah padahal setiap saat kita memikirkan kehidupan masyarakat lebih sejahtera, aman dan terlindungi,” kata Wiranto.

Evaluasi Peraturan
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menekankan agar Pemerintah mengevaluasi sejumlah peraturan yang tidak sinkron dan yang dapat menimbulkan multitafsir. Hal ini penting mengingat, peraturan multitafsir dapat berdampak pada lemahnya daya saing Indonesia di kancah global.

“Perlu ada evaluasi terhadap aturan yang tidak sinkron satu dengan yang lain yang cenderung membuat urusan menjadi berbelit-belit dan menimbulkan mulitafsir serta justru melemahkan daya saing kita dalam kompetisi global,” kata Presiden Jokowi saat pembukaan rapat terbatas lanjutan Pembahasan Reformasi Hukum di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (17/1). (Baca Juga: Ini Harapan MA-KY Terkait Reformasi Kebijakan Hukum)

Selain itu, peraturan yang multitafsir dan tidak sinkron dengan aturan lainnya itu tidak sesuai dengan semangat Pancasila dan UUD Tahun 1945. "Saya pernah menyampaikan berkali-kali negara kita adalah negara hukum, bukan negara peraturan, dan bukan negara undang-undang. Artinya, perlu ada evaluasi atau review berbagai peraturan perundang-undangan agar sejalan dengan jiwa Pancasila, amanat konstitusi, dan kepentingan nasional kita,” tambah Presiden.

Dalam kesempatan ini, Presiden meminta agar dibuat penataan basis data peraturan perudang-undangan dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi. “Dilakukan penataan data base peraturan perudang-undangan, memanfaatkan sistem teknologi informasi yang berkembang saat ini untuk mengembangkan layanan elektronik regulasi atau e-regulasi,” jelas Presiden.

Penataan regulasi ini sejalan dengan agenda reformasi hukum pemerintah tahun 2017 yang fokus mengatasi soal kesenjangan sosial termasuk ketimpangan akses untuk memperoleh keadilan. “Masih banyak kelompok masyarakat kita, masyarakat marjinal yang belum mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum untuk memperjuangkan keadilan,” tambahnya. (Baca Juga: ICJR: Reformasi Hukum Harusnya Dimulai Pembenahan Hukuman Mati)

Sebelumnya, Wiranto juga menyampaikan evaluasi paket reformasi hukum tahap pertama yang meliputi pemberantasan pungutan liar (pungli), penyelundupan, pemindahan lembaga pemasyarakatan (lapas), dan pelayanan publik berbasis elektronik. Pada 11 Oktober 2016, Presiden mencanangkan paket reformasi hukum tahap I berisi tiga hal yaitu penataan regulasi, reformasi lembaga penegak hukum dan pembangunan budaya hukum. (Baca Juga : Berantas Pungutan Liar dan Penyelundupan Langkah Awal Reformasi Hukum

Pertama, mengenai saber pungli (Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar) yang diterima satgas pungli di pusat selama lebih kurang 2 bulan ini kira-kira 22 ribu laporan. “Ada 81 OTT (Operasi Tangkap Tangan) di berbagai instansi pemerintah, terutama menyangkut pelayanan publik. Itu menunjukkan betul-betul ada kesungguhan pemerintah untuk memberantas pungli yang membebani masyarakat kecil,” tambah Wiranto.

Kedua,  mengenai penyelundupan, Wiranto mengakui hal ini masih perlu didalami modus operandi dan aktor-aktor yang terlibat di dalamnya. Ketiga, mengenai pemindahan lembaga pemasyarakatan (lapas) ke pulau-pulau terluar Indonesia juga masih belum dapat dilaksanakan. Keempat, pelayanan publik menggunakan sistem elektronik dilakukan dalam pembayaran tilang dan pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Tags:

Berita Terkait