Patrialis Akbar Akui Teledor Bocorkan Draf Putusan MK
Utama

Patrialis Akbar Akui Teledor Bocorkan Draf Putusan MK

Patrialis juga mengaku telah melanggar kode etik, sehingga sejak awal mengajukan surat pengunduran diri.

Oleh:
NOVRIEZA RAHMI
Bacaan 2 Menit
Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Foto: RES
Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Foto: RES
Meski membantah menerima suap dari seorang pengusaha bernama Basuki Hariman, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengaku telah “membocorkan” draf putusan  pengujian materi UU No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Patrialis memberikan draf putusan tersebut kepada Kamaludin, orang yang disebut-sebut KPK dekat dengan mantan Menteri Hukum dan HAM tersebut. Pengacara Patrialis, Dorel Amril mengatakan, kliennya mengaku hal itu sebagai bentuk keteledoran. “Itu keteledoran beliau,” katanya kepada hukumonline, Jumat (3/2).

Dorel menjelaskan, Patrialis mengetahui kalau draf putusan itu bersifat rahasia dan tidak boleh dibocorkan kepada siapapun. Patrialis juga menyadari perbuatannya melanggar kode etik Hakim MK. “(Makanya), sebelumnya kan (Patrialis) sudah mengirimkan surat pengunduran diri ke MK (dengan) tulis tangan,” imbuhnya. (Baca Juga : Patrialis Akbar Mundur dari MK)

Saat ditanya apa sebenarnya motivasi Patrialis memindahtangankan draf putusan  pengujian materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan yang bersifat rahasia itu kepada Kamaludin, Dorel menegaskan tidak ada motivasi lain. Dorel pun enggan mengungkapkan hubungan Patrialis dengan Kamaludin.

Rupanya pengakuan Patrialis ini sempat disampaikan kepada Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK). Pada Kamis (2/2) kemarin, MKHK bertandang ke KPK untuk berkoordinasi dengan penyidik KPK. Mereka ingin mendapatkan tambahan keterangan dan bukti terkait penanganan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Patrialis.

Bahkan, menurut Ketua MKHK Sukma Violetta, MKHK diberi kesempatan langsung bertemu Patrialis. “KPK sangat kooperatif. Kami minta tambahan keterangan, ini berharga bagi kami, sehingga kami akan lanjutkan lagi di gedung MK untuk pemeriksaan saksi lainnya. (Tapi) Masih berproses, belum bisa diambil kesimpulan sekarang,” kata dia.

Anggota MKHK As'ad Said Ali menambahkan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada Patrialis hanya seputar dugaan pelanggaran etik. Ia membeberkan, Patrialis kepada MKHK mengakui telah melakukan pelanggaran etik. Namun, ia tidak menjelaskan secara detail bentuk pelanggaran etik apa yang dimaksud. (Baca Juga : Periksa Patrialis, MKHK Fokus pada Dugaan Pelanggaran Etik)

Terkait adanya surat pengunduran diri yang telah disampaikan Patrialis kepada MK, anggota MKHK Bagir Manan mengatakan akan ditentukan melalui keputusan MKHK. “Apakah nanti misalnya diberhentikan dengan hormat, tidak hormat atau macam-macamlah bahasanya, temuan ini yang akan menentukan,” tuturnya.

Sementara, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan pihaknya siap membantu MKHK dalam rangka menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik Patrialis. Ia mempersilakan penyidik untuk memfasilitasi dan mendampingi pertemuan MKHK dengan Patrialis guna mendapatkan keterangan dari hakim MK tersebut.  

Sebagaimana diketahui, Patrialis, Direktur Utama CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki, serta Kamaludin terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di tiga lokasi berbeda pada Rabu (25/1) lalu. Patrialis diduga menerima hadiah sebesar AS$20 ribu dan janji Sing$200 ribu dari Basuki melalui Kamaludin.

KPK menduga Basuki memiliki kepentingan atas putusan MK No. 129/PUU-XIII/2015 terkait pengujian UU No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang “menghidupkan” lagi Sistem Zona dalam Pemasukan (Impor) Hewan Ternak.

Dari tangan Kamaludin, KPK menemukan draf putusan uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan tersebut rencananya akan dibacakan pada Selasa (7/2) besok. Setelah dicek, ternyata draf putusan itu serupa dengan draf putusan asli yang belum dibacakan oleh MK. Draf putusan ini diberikan Patrialis kepada Kamaludin di lapangan golf di wilayah Rawamangun, Jakarta Timur.

Padahal, sesuai UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK yang telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 dan UU No. 4 Tahun 2014 tentang Perppu No. 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 24 Tahun 2003, hakim MK dilarang menerima suatu pemberian atau janji dari pihak yang berperkara, baik langsung maupun tidak langsung.

Larangan untuk menerima atau meminta hadiah, hibah, pinjaman, manfaat, atau janji dari pihak berperkara atau pihak lain yang memiliki kepentingan, juga diatur dalam Peraturan MK Nomor 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi pada butir ketiga, yakni Prinsip Integritas.
Peraturan MK Nomor 09/PMK/2006
Prinsip Integritas
3. Hakim konstitusi dilarang meminta atau menerima dan harus menjamin bahwa anggota keluarganya tidak meminta atau menerima hadiah, hibah, pinjaman, atau manfaat atau janji untuk menerima hadiah, hibah, pinjaman, atau manfaat dari pihak yang berperkara atau pihak lain yang memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung terhadap perkara yang akan atau sedang diperiksa yang dapat mempengaruhi hakim dalam menjalankan tugasnya.

Kemudian, terkait “bocornya” draf putusan MK, meski tidak diatur spesifik dalam Peraturan MK Nomor 09/PMK/2006 itu, pada butir keempat yang mengatur Prinsip Kepantasan dan Kesopanan angka 9 disebutkan bahwa keterangan rahasia yang diperoleh hakim konstitusi dalam menjalankan tugasnya dilarang dipergunakan atau diungkapkan untuk tujuan lain yang tidak terkait dengan tugas Mahkamah.

Terlebih lagi, ada aturan lain yang mengatur kerahasiaan Rapat Permusyarawatan Hakim, yakni Pasal 29 ayat (1) Peraturan MK Nomor : 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, yang menyebutkan “Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dilakukan secara tertutup dan rahasia yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah.”
Tags:

Berita Terkait