Ahli Pidana Ini ‘Perkuat’ Dakwaan Jaksa Terhadap Ahok
Berita

Ahli Pidana Ini ‘Perkuat’ Dakwaan Jaksa Terhadap Ahok

Menggunakan doktrin tentang ‘kesengajaan sebagai kepastian’.

Oleh:
NEE
Bacaan 2 Menit
Ahok pada sidang ke-11 di auditorium Kementerian Pertanian. Foto: POOL/YUNIADHI AGUNG/M.AGUNG RAJASA/RES
Ahok pada sidang ke-11 di auditorium Kementerian Pertanian. Foto: POOL/YUNIADHI AGUNG/M.AGUNG RAJASA/RES
Penuntut umum mendakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok melanggar Pasal 156a huruf a atau Pasal 156 KUHP. Kini, penuntut umum berusaha mempertahankan dakwaannya melalui proses pembuktian. Sejumlah saksi dan ahli sudah dihadirkan. Salah satu ahli yang pendapatnya relatif memperkuat argumentasi jaksa adalah Mudzakkir.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu berpendapat ada kesengajaan terdakwa untuk menodai Al Maidah 51. Itu bisa dibaca dari kalimat yang digunakan terdakwa pada saat ceramah di Kepulauan Seribu, 27 September 2016.

Mudzakkir memberikan pendapat atas kalimat berikut: “Jadi jangan percaya sama orang, ga bisa pilih saya, dibohongi pakai surat Al Maidah 51 macem-macem itu termasuk kata dibodohin. Ia berpendapat dalam kalimat tersebut, terdakwa telah menunjukkan keberatan terhadap dalil Al Maidah 51 yang digunakan untuk menghambat dirinya dipilih sebagai gubernur. Sedangkan pilihan kata dibohongi serta dibodohi menurutnya secara verbal merupakan penodaan dalam bentuk merendahkan makna serta nilai dari kebenaran ayat tersebut sebagai bagian dari kitab suci umat Islam. “Justru yang tindak pidana atau sifat pencelaan atau sebut saja sifat noda itu letaknya pada dibohongi, dibodohi Al Maidah ayat 51,” tegasnya.

Penasihat hukum Ahok sebenarnya sempat menjelaskan ucapan terdakwa dimaksudkan untuk menyemangati warga dalam program program budidaya ikan kerapu, dan tidak ada hubungannya dengan Pilkada. Namun pandangan pengacara terdakwa ditepis Mudzakkir. Menurut ahli pidana ini, terdakwa dengan sengaja melakukan penodaan atas isi Al Maidah 51 dalam kaitannya dengan pemilihan Gubernur. (Baca juga: Surat Dakwaan Ahok Hanya 7 Halaman).

Ia percaya ada hubungan pernyataan Ahok dengan pemilihan Gubernur DKI Jakarta. “Dalam hasil penyidikan tentang konten dari rekaman itu dikatakan oleh Ahok ‘Maka kamu tidak akan memilih saya kan’, itu artinya ada maksud, jelas sekali di situ kata-kata dibodohi atau dibohongi Al Maidah 51 punya maksud terkait dengan pemilihan, maksudnya kalau taat asas itu, maka terhambatlah,” jelas Mudzakkir dalam sidang ke-11 perkara Ahok, Selasa (21/2).

Untuk menguatkan pendapatnya, Mudzakkir mengutip pandangan pakar hukum pidana UGM Yogyakarta, Moeljatno, mengenai teori kesengajaan atas dasar adanya pengetahuan. Dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana, Prof. Moeljatno menjelaskan kesengajaan adalah pengetahuan mengandung arti ada hubungan antara pikiran atau intelek terdakwa dengan perbuatan yang dilakukan. Coraknya bisa berupa kesengajaan sebagai kepastian (opzet bij zekerheids bewustzijn), dan bisa pula kesengajaan sebagai kemungkinan (opzet bij mogelijkheids bewustzijn). (Baca juga: Penuntut Umum Singgung Niat Ahok).

Dijelaskan lebih lanjut Prof. Moeljatno dalam bukunya, tak sulit melihat corak kesengakaan sebagai kepastian/keharusan. Akibat atau keadaan yang menyertai diketahui terdakwa, baik dikehendaki maupun tidak dikehendaki. Yang sulit justru membuktikan corak kesengajaan sebagai kemungkinan, yang lazim disebut dolus eventualis. Masalah pokoknya, tulis Guru Besar UGM itu, berapa banyak kemungkinan yang diperlukan untuk adanya kesengajaan? Apakah kemungkinan harus besar atau sedang, atau boleh juga cukup kecil? Kuantitas ‘kemungkinan’ akan jadi problem pembuktian.

Menurut Mudzakkir, kata-kata ‘dibohongi’ dan ‘dibodohi’ yang diucapkan terdakwa seharusnya diketahui terdakwa dapat mengakibatkan ketersinggungan ummat dan penodaan keyakinan ummat Islam. Ia menegaskan, yang paling pas dipakai melihat masalah ini adalah teori kesengajaan sebagai kepastian. (Baca juga: Penuntut Umum Anggap Motivasi Tidak Termasuk Alat Bukti).

Ditambahkan Mudzakkir, jika terdakwa tidak bermaksud demikian, maka pilihan katanya (seharusnya) lain. Kalaupun selama ini terdakwa bekerja erat dengan ummat Islam menjalankan pemerintahan di DKI Jakarta –seperti disebut pengacara terdakwa— itu bukan persoalan pokok. Substansi yang dipersoalkan dalam sidang adalah perbuatan yang dilakukan terdakwa sesuai dakwaan jaksa.

“Dalam hukum pidana asasnya untuk mencari orang berbuat (atau) tidak berbuat kejahatan bukan letaknya bergaul sama siapa, pertanyaannya: perbuatannya apa, siapa yang berbuat dia yang bertanggung jawab,” terangnya di hadapan Majelis Hakim.
Tags:

Berita Terkait