Akademisi Dukung Konsep Shared Responsibility
RUU Jabatan Hakim:

Akademisi Dukung Konsep Shared Responsibility

Sistem berbagi tanggung jawab ini justru akan meringankan beban MA. Sebab, MA akan lebih banyak mengurusi manajemen penanganan perkara dibandingkan mengurusi berbagai hal administrasi pengelolaan hakim.

Oleh:
AID
Bacaan 2 Menit
Akademisi Dukung Konsep Shared Responsibility
Hukumonline
Sejumlah akademisi mendukung konsep shared responsibility system - ide pembagian peran dan tanggung jawab - dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim. Hal ini guna mengatasi sejumlah persoalan peradilan. Diantaranya, praktik suap hakim dan pejabat pengadilan, kurang transparan rekrutmen calon hakim, tidak jelasnya merit sistem, kekuasaan besar Sekretaris MA menentukan mutasi, promosi hingga demosi aparatur peradilan.  

Persoalan ini mengemuka dalam diskusi bertajuk “RUU Jabatan Hakim dan Pembagian Tanggung Jawab Manajemen Hakim antara Mahkamah Agung (MA) dengan Komisi Yudisial (KY)" yang diselenggarakan Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) di Jember, Selasa (9/5/2017). Acara ini mengundang organisasi masyarakat sipil, seperti Pusat Kajian Anti Korupsi (PuKat UGM), Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO Universitas Andalas), Indonesia Corruption Watch (ICW).

Hadir pula sejumlah akademisi, seperti Mantan Wakil Ketua MK Harjono, Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Timur Siti Marwiyah, Puskapsi Universitas Jember Bayu Dwi Anggono, Akademisi Universitas Brawijaya M. Ali Sa’faat, Akademisi Universitas Udayana Jimmy Z. Usfunan, Akademisi Universitas Mataram Widodo Dwi Putro, Akademisi Universitas Airlangga Herlambang P Wiratraman, Akademisi Universitas Malang Abdul Wahid.

Salah satu rekomendasi terpenting dalam diskusi ini yakni “MA sebaiknya menunda rencana rekrutmen calon hakim berdasarkan Peraturan MA (PERMA) No. 2 Tahun 2017 tentang Pengadaan Hakim,” demikian bunyi pernyataan pers temu pakar di Jember yang diterima hukumonline, Selasa (9/5/2017). Baca Juga: MA: PERMA Pengadaan Hakim, Solusi Atasi Krisis Hakim    

Ada sejumlah alasan penundaan rencana rekrutmen calon hakim ini. Pertama, PERMA 2 Tahun 2017 ini bertentangan dengan arah kebijakan kedudukan hakim sebagai pejabat Negara seperti ditentukan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Kedua, PERMA Pengadaan Hakim ini menjadi kontraproduktif dengan gagasan/ide menata manajemen hakim yang lebih baik seperti yang dikehendaki dalam RUU Jabatan Hakim. Mengingat, syarat dan mekanisme rekrutmen calon hakim (sebagai pejabat negara) berdasarkan peraturan perundang-undangan saat ini, berbeda dengan syarat dan mekanisme rekrutmen calon hakim dalam RUU Jabatan Hakim yang perlu membutuhkan keterlibatan lembaga lain, seperti KY, Ombudsman RI, masyarakat.   

Persoalan lain yang mengemuka yakni pembinaan dan pengawasan hakim. Pembinaan hakim dalam hal hal penempatan, promosi, dan mutasi hakim perlu penataan ulang dengan melibatkan KY. Dalam arti, kewenangan pembinaan hakim bukan lagi “monopoli” MA, melainkan menerapkan mekanisme check and balances dalam proses promosi dan mutasi hakim.

Pelibatan KY dalam promosi dan mutasi hakim tentu bukan hanya sebatas menganalisis putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sebab, selama ini KY menjadi lembaga pengawas etik dan perilaku hakim, sehingga dapat memberi pertimbangan mengenai integritas hakim yang bersangkutan dalam hal promosi dan mutasi hakim.  

Selain itu, pengawasan perilaku hakim, keberadaan KY perlu diperkuat dengan merumuskan kembali sistem pengawasan yang lebih efektif dan mengikat agar tidak overlapping (tumpah tindih) dengan pengawasan internal oleh MA. Penataan ulang pola pengawasan berguna menghindari gesekan yang selama ini sering terjadi terutama menyangkut perbedaan tafsir wilayah teknis yudisial, etika, dan atau perilaku hakim.

Untuk itu, para peserta diskusi sepakat RUU Jabatan Hakim yang diusulkan DPR memberikan peluang positif dalam upaya perbaikan sistem peradilan terutama membenahi manajemen hakim dengan menerapkan shared responsibility system. Sebab, sistem ini akan melahirkan akuntabilitas peradilan dan independensi peradilan tetap terjaga.   

Lagipula, sistem berbagi tanggung jawab ini tentu akan meringankan beban MA. Sebab, MA akan lebih banyak mengurusi manajemen penanganan perkara dibandingkan mengurusi berbagai hal beban administrasi manajemen hakim. Sistem ini sudah diterapkan di banyak negara seperti Austria, Belgia, Perancis, Jerman. Diharapkan, sistem ini, salah satunya, dapat mencegah dan mengurangi pelanggaran etika dan perilaku hakim, serta praktik judicial corruption di pengadilan.  

Sebelumnya, Juru Bicara MA Suhadi merasa ada lembaga tertentu yang mencoba mengubah sistem satu atap dengan berupaya mewujudkan konsep shared responsibility dalam RUU Jabatan Hakim. Ia menolak tegas apabila ada lembaga lain yang mencoba mengambil alih fungsi organisasi, administrasi dan finansial lembaga peradilan kepada lembaga lain. Baca juga: MA Sebut Konsep Shared Responsibility Langgar Putusan MK

“Tentu konsep ini sangat bertentangan dengan UUD 1945 dan UU bidang peradilan yang menyatakan fungsi organisasi, administrasi, finansial badan peradilan berada dalam satu atap di MA sejak terbitnya UU No. 35 Tahun 1999. Sekarang ini ada yang ingin ambil alih lebih dari satu atap. Ini membahayakan badan peradilan,” ujar Suhadi di Gedung MA Jakarta, Rabu (12/4/2017) lalu.

Senada dengan itu, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan jangan ada persepsi keliru mengenai pelaksanaan sistem satu atap ini dalam pengelolaan manajemen hakim termasuk rekrutmen hakim. Menurutnya, konsep shared responsibility sebenarnya bertentangan dengan putusan MK No. 43/PUU-XIII/2015 yang menghapus wewenang KY dalam proses seleksi calon hakim bersama MA.  

“Sesuai putusan MK, proses seleksi calon hakim merupakan wewenang tunggal MA. Jadi, tidak perlu menerapkan shared responsibility terkait pengusulan dan pengangkatan hakim,” ujar Ridwan mengingatkan. Baca Juga: Seleksi Calon Hakim Wewenang Tunggal MA
Tags:

Berita Terkait