Saat Praperadilan, Pengacara Miryam Sebut KPK Tak Punya Cukup Bukti
Berita

Saat Praperadilan, Pengacara Miryam Sebut KPK Tak Punya Cukup Bukti

Kalau ada yang menghalangi pemberantasan korupsi, masyarakat dirugikan.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Miryam diperiksa KPK sebagai tersangka kasus pemberian keterangan palsu pada sidang perkara korupsi proyek pengadaan KTP elektronik.
Miryam diperiksa KPK sebagai tersangka kasus pemberian keterangan palsu pada sidang perkara korupsi proyek pengadaan KTP elektronik.
Tertunda sepekan, sidang praperadilan Miryam S. Haryani melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/5). Dalam sidang ini dibacakan materi permohonan praperadilan oleh pengacara Miryam, Aga Khan. Dalam permohonan itu, Aga Khan menyebut KPK tidak memiliki cukup bukti untuk menjerat kliennya menjadi tersangka.

Aga menjelaskan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi pada 28 April 2015 mengenai penambahan penetaan tersangka sebagai objek praperadilan menyebutkan bahwa untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka harus memenuhi minimal dua alat bukti. “Hingga saat ini belum ada bukti surat berupa putusan perkara tindak pidana korupsi atas nama Irman dan Sugiharto," tutur Aga.

Putusan terhadap Irman dan Sugiarto memang belum dikeluarkan lantaran sidang masih dalam tahap pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). "Maka dapat dibuktikan bahwa tindakan KPK yang menetapkan Ibu Miryam sebagai tersangka dalam dugaan memberikan keterangan palsu bertentangan dengan undang-undang dan peraturan yang ada," ujarnya.

Pada bagian akhir permohonannya,  Aga meminta agar Hakim menyatakan bahwa penetapan Miryam sebagai tersangka tidak sah dan menyatakan sprindik (surat perintah penyidikan) KPK terhadap Miryam tidak sah.

Kepala Biro Hukum KPK, Setiadi, menyatakan agar semua pihak termasuk praperadilan ini tidak sampai keluar dari koridor. Semua argumentasi dan bukti-bukti akan dikeluarkan oleh KPK dalam pembacaan jawaban.   "Jangan sampai ada yang menghalangi proses pemberantasan korupsi. Karena masyarakat nanti yang akan dirugikan," ujarnya.

Miryam disangkakan Pasal 22 jo Pasal 35 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Dalam sidang kasus dugaan korupsi e-KTP untuk dua terdakwa mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto pada Kamis (23/3) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Miryam S Haryani mengaku mencabut seluruh Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat penyidikannya karena diancam penyidik KPK.

"BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi waktu itu dipanggil tiga orang penyidik," kata Miryam, sambil menangis. KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka pemberi keterangan palsu di persidangan.
Tags:

Berita Terkait