Parlemen Desak Adili Kejahatan Genosida Myanmar di Mahkamah Internasional
Berita

Parlemen Desak Adili Kejahatan Genosida Myanmar di Mahkamah Internasional

DPR melalui BKSAP akan membawa persoalan tragedi kemanusiaan di Rohingnya dalam sidang ASEAN Inter-Parliamentary Assembly di Manila.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Massa yang mengatasnamakan Solidaritas Muslim Rohingya (SMR) berkumpul di depan Kedubes Myanmar, Jakarta, Jumat (25/11).
Massa yang mengatasnamakan Solidaritas Muslim Rohingya (SMR) berkumpul di depan Kedubes Myanmar, Jakarta, Jumat (25/11).
Beberapa waktu terakhir tensi pertikaian antara militer Myanmar dengan warga muslim Rohingya terus berkecamuk. Bahkan, tindakan kekerasan militer Myanmar menimbulkan ratusan korban jiwa hingga ribuan warga Rohingya mengungsi ke beberapa negara terdekat, khususnya Bangladesh. Beberapa kalangan dunia internasional dan di dalam negeri Indonesia pun mengecam keras tindakan militer Myanmar. Salah satu kecaman datang dari kalangan parlemen Indonesia.    

“Dunia internasional mesti bergerak melakukan investigasi kritis terhadap dugaan kejahatan genosida oleh pemerintah Myanmar, khususnya terhadap kalangan muslim Rohingya,” ujar Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (2/9/2017).  

Tindakan brutal militer Myanmar membuat Abdul Kharis Almasyhari geram. Ia mendorong agar Indonesia sebagai negara yang mendorong berdirinya ASEAN tak boleh tinggal diam. Terlebih, pembantaian terhadap warga Rohingya menjadi aib bagi para tokoh negara-negara ASEAN. Itu sebabnya, Kharis mendesak agar kejahatan genosida yang dilakukan militer Myanmar mesti diproses oleh Mahkamah Internasional.

“Saya minta seret semua pembantai Muslim Rohingya, Biksu maupun militer ke Mahkamah Internasional. Hentikan pembunuhan dan pembantaian keji itu!” pintanya.

Abdul Haris mengatakan tindakan brutal ini juga menyulut gelombang eksodus besar-besaran warga Rohingya termasuk ke wilayah Indonesia tanpa izin. Hal itu akibat persekusi terhadap warga Rohingya yang dilakukan oleh pemerintah dan militer Myanmar. Padahal bila merujuk dari laporan Human Right Watch, pemerintah Myanmar mestinya memulihkan keadaan. Justru, pemerintah Myanmar malah terlibat dalam konflik tersebut.

“Kita harus mengetuk hati negara-negara dunia, karena telah terbuka krisis memperlihatkan rombongan manusia yang kurus kering dan penuh luka berdempetan di kapal-kapal yang dapat karam sewaktu-waktu. Rombongan pengungsi Rohingya tidak boleh diidentifikasi sebagai beban dan ancaman,” katanya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu berharap Indonesia di bawah kepemimpinan Joko Widodo mesti mendorong gagasan pendirian sebuah institusi atau mekanisme pendanaan global bagi pengungsi Rohingya. Karena itu, dalam jangka menengah dan panjang, negara-negara ASEAN mesti memulai upaya diplomasi agar persekusi yang terjadi di Myanmar terhadap warga Rohingya dapat segera diakhiri.

Stop segera kejahatan kemanusiaan, apa gunanya ASEAN bersatu kalau tidak mampu melindungi manusia-manusia yang ada di dalamnya?”

Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) Nurhayati Ali Assegaf menuturkan DPR bakal membawa persoalan tersebut dengan resolusi Hak Asasi Manusia (HAM) ke sidang ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) di Manila September mendatang. Ia menilai kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pemerintah dan militer Myanmar tak bisa ditolelir.

“Kita akan membawa resolusi kekerasan terhadap Rohingya yang tidak bisa lagi ditolerir karena kejadian ini bukan pertama kalinya, tetapi sudah berkali-kali,” katanya.

Politisi Partai Demokrat yang juga menjabat sebagai Presiden International Humanitarian Law(IHL) itu menilai menjaga perdamaian dunia dan HAM mesti menjadi komitmen bersama. Dengan begitu, perbuatan “pembersihan” terhadap sebuah etnis harus dilawan. Terlebih, Myanmar bagian dari ASEAN. Dengan begitu, krisis kemanusiaan etnis Rohingya bukan lagi menjadi persoalan internal Myanmar, melainkan menjadi persoalan kemanusiaan yang bakal menerima intervensi dari negara-negara kawasan.

Apalagi, penegakkan dan perlindungan HAM menjadi kesepakatan semua negara di dunia internasional. Indonesia melalui parlemen bakal melakukan diplomasi membawa resolusi HAM Myanmar ke sidang AIPA di Manila mendatang. Apabila Myamnar mengabaikan resolusi yang dikeluarkan AIPA, konsekuensinya boleh jadi bakal dicabut dari keanggotaan ASEAN. Nurhayati pun bakal meminta negara sahabat di uar ASEAN untuk mendukung resolusi tersebut.

“Tidak bisa kejahatan dilakukan terus menerus, apalagi kejahatan manusia. Ini bukan perang, bukan juga konflik, tapi menurut saya ada unsur kesengajaan untuk membasmi etnis tertentu,” tudingnya.

Anggota Komisi I DPR Ida Fauziyah pun angkat bicara. Kegeraman Ida sama halnya dengan Kharis dan Nurhayati. Menurutnya, pemerintah Indonesia dengan merujuk konstitusi agar segera mengambil tindakan/sikap tegas baik melalui PBB maupun ASEAN. Yakni dengan membangun diplomasi efektif dalam menghentikan kejahatan kemanusiaan tersebut.

“Ini karena posisi Indonesia cenderung netral dalam kancah geopolitik di kawasan ASEAN,” ujarnya.

Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) itu pun mengajak berbagai kompenen bangsa dan dunia internasional agar memperkuat solidaritas kemanusiaan dalam meringankan beban dan penderitaan warga Rohingya. “Diperlukan sinergi lintas-organisasi dan lintas-negara untuk melancarkan misi kemanusiaan bagi korban tragedi kemanusiaan Rohingya,” harapnya.
Tags:

Berita Terkait