Corporate Lawyer dan In House Counsel, Serupa Namun Tak Sama
Utama

Corporate Lawyer dan In House Counsel, Serupa Namun Tak Sama

Antara spesialis dan generalis dalam menguasai isu hukum, namun sama-sama menangani kepentingan hukum bagi perusahaan.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Arief T Surowidjojo di depan sejumlah peserta pelatihan Hukumonline. Foto: Hukumonline
Arief T Surowidjojo di depan sejumlah peserta pelatihan Hukumonline. Foto: Hukumonline
Ada perkataan yang dikenal di kalangan pebisnis, “Saya akan aman kalau di sebelah kiri saya ada akuntan, dan di sebelah kanan ada lawyer saya”. Kalimat ini diungkapkan partner sekaligus pendiri kantor hukum Lubis Gani Surowidjojo (LGS), Arief T Surowidojo saat menutup sesi bimbingan kerja bagi fresh graduates hukum yang berminat menjadi corporate lawyer pada Kamis (31/8) lalu.

Bagi para pebisnis, akuntan sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa kondisi keuangan perusahaan aman, sedangkan para lawyer mengawal semua rambu-rambu hukum yang terkait proses bisnis tidak dilanggar oleh perusahaan.

(Baca juga: Mau Jadi In House Counsel? Mahasiswa Hukum Wajib Punya 5 Modal Ini).

Di dunia hukum bisnis, lawyer jenis yang disebut Arief Surowidjojo lebih dikenal sebagai corporate lawyer dan in house counsel. Kadangkala ada yang menerjemahkannya masing-masing sebagai Pengacara Korporasi dan Penasehat Hukum Internal. Istilah manapun yang digunakan, kedua jenis praktisi hukum ini berkutat dengan berbagai aspek hukum menyangkut bisnis. Tidak hanya penguasaan atas asas-asas hukum perikatan serta hukum dagang, kefasihan berbahasa Inggris menjadi modal penting meniti karir profesional ini. Sebabnya karena klien mereka biasanya perusahaan besar yang telah berekspansi di kancah global. Kontrak-kontrak serta mitra bisnis yang harus ditangani pun melintas batas yurisdiksi berbagai negara.

Meskipun sama-sama memberikan layanan jasa hukum bagi perusahaan, sebenarnya ada perbedaan antara corporate lawyer dan in house counsel. Managing Partner dari firma hukum Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Bono Daru Adji menjelaskan sebutan corporate lawyer dikenal dalam praktek komersial untuk membedakan spesifikasi terhadap advokat di bidang lain. “Penamaan ini berdasarkan praktek yang muncul di dunia komersial saja, yang membedakan antara corporate lawyer dengan lawyer yang mengurus perorangan,” jelasnya.

(Baca juga: Ini Alasan Kenapa Lawyer dan In House Counsel Harus Paham Laporan Keuangan).

Dalam dunia corporate lawyer, aspek hukum yang ditekuni secara spesifik adalah bagian khusus dari bidang hukum perdata dalam kegiatan ekonomi. Bagian paling fasih yang mereka geluti dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ialah tentang perikatan dan kebendaan, ditambah penguasaan atas Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan UU Perseroan Terbatas (PT). Selanjutnya masing-masing corporate lawyer akan menekuni lebih khusus spesialiasinya dari berbagai isu industri dan PT misalnya merger dan akuisisi, kepailitan, perbankan, hak kekayaan intelektual, investasi, dan perpajakan.

Menurutnya mustahil seorang corporate lawyer bisa menguasai semua bidang hukum bisnis secara mendalam dan menangani kasus sendirian. Mereka akan bekerja dalam tim yang terdiri dari 4 orang bahkan bisa mencapai 30 orang. Tergantung kerumitan kasus yang ditangani. Masing-masing anggota tim pun memiliki spesialisasi yang berbeda. “Seorang partner tidak bisa bekerja sendiri, pasti dalam tim,” jelas Bono.

(Baca juga: Pentingnya Peran In House Counsel untuk Menyelesaikan Sengketa Pemegang Saham).

Di AHP, misalnya, ada pembagian spesialisasi seperti Banking & Finance, Capital Markets, Debt & Corporate Restructuring, Mergers & Acquisitions, Tax and Customs Services, Foreign Direct Investment, Intellectual Property, Telecommunications & Media. Setiap advokat yang baru direkrut sebagai junior associate akan dilatih di tahun-tahun pertamanya untuk membantu penanganan berbagai area praktek hingga akhirnya memiliki bidang spesialiasi tersendiri.

Sebaliknya, seorang in house counsel dituntut untuk menjadi generalis dalam melayani kebutuhan perusahaan tempatnya berkarir. Saradesy Sumardi, Country Legal Counsel dari 3M Indonesia, menjelaskan kehadiran in house counsel pada awalnya untuk menekan pengeluaran perusahaan soal kebutuhan jasa hukum. “Mereka coba efsiensi dengan lebih menggunakan source (sumber daya) di dalam (perusahaan), dan rasa lebih nyaman karena employeenya, pasti dedicated (berdedikasi) kan,” kata alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang biasa disapa Desi ini kepada hukumonline.

Dampaknya, perusahaan berharap banyak isu hukum bisa ditangani sekaligus in house counsel selaku pengacara perusahaan. Berbagai persoalan hukum yang dihadapi perusahaan akan diserahkan pertama kali kepada in house counsel. “Kita cenderung malah generalis, you need to know everything, nggak bisa jadi spesialis,” ujarnya.

Seorang in house counsel perlu juga memahami bidang industri dan segmen pasar yang dijalankan perusahaannya. Namun begitu, persoalan yang menjadi pegangan utamanya adalah UU Perseroan Terbatas dan UU Ketenagakerjaan. “Itu buffer (penyangga), di situlah bermain,” tambahnya.

Untuk itu, menurut Desi setiap perusahaan masih tetap membutuhkan bantuan para corporate lawyer untuk menangani proyek tertentu yang berada di luar jangkauan kapasitas in house counsel khususnya proyek besar.

Dalam proyek semacam itu, hubungan antara in house counsel dengan para corporate lawyer adalah kemitraan dalam menyelesaikan kebutuhan perusahaan. Namun menurut Desi, in house counsel yang baik harus mampu menentukan kebutuhan dan arahan kerja yang akan dipenuhi oleh corporate lawyer, karena yang paling memahami kebutuhan perusahaan seharusnya adalah in house counsel. “Kita lah yang men-define kebutuhan company itu apa,” jelasnya. Bahkan untuk menggunakan jasa corporate lawyer, kata Desi, diperlukan tender yang dipertimbangkan dan dipilih oleh in house counsel sesuai budget perusahaan.

Apakah seorang in house counsel pasti juga seorang advokat? Desi menjelaskan tidak ada pengaturan tentang keharusan itu dalam hukum Indonesia. Berbeda dengan para corporate lawyer di firma hukum yang lazimnya adalah advokat untuk bisa beracara di pengadilan mewakili kliennya, in house counsel tidak diwajibkan memiliki izin advokat. In house counsel cukup ditunjuk mewakili perusahaan di pengadilan karena statusnya sebagai pegawai perusahaan, sehingga tidak perlu memiliki izin advokat untuk membela perusahaan di sidang pengadilan. Yang terpenting latar belakang sarjana hukum yang mampu memenuhi kebutuhan internal perusahaan dalam urusan hukum.
Tags:

Berita Terkait