Perlu Ada Standardisasi Arbiter Indonesia
Berita

Perlu Ada Standardisasi Arbiter Indonesia

Untuk memudahkan pihak yang bersengketa memilih arbiter berkualitas.

Oleh:
Kartini Laras Makmur
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW
Bagi para pihak sengketa, memilih arbiter adalah layaknya memilih dokter pribadi. Susah-susah gampang. Sebab, kualitas, kapabilitas, dan pengalaman sang arbiter sangat bergantung bersifat subjektif dan personal.

Windri Marieta, Partner law firm Harvardy, Marieta & Mauren mengatakan bahwa tidak adanya lembaga yang menjadi badan standardisasi arbiter di Indonesia selama ini menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, hal ini menyulitkan pihak-pihak yang bersengketa untuk menentukan arbiter berkualitas. Oleh karenanya, Windri menilai saat ini di Indonesia kebutuhan lembaga standardisasi arbiter cukup relevan.

“Kita pun tidak tahu kualitas-kualitas para arbiter di Indonesia. Sudah sebanyak apa pengalamannya, dan bagaimana pengetahuan serta pemahamannya. Mulai dari hukum acara  yang dipakai, sampai membuat putusan,” tutur Windri.

Partner law firm Rakhmat Suroso Advocates, Ilman Rakhmat, mengatakan untuk arbitrase internasional sudah ada standardisasi yang dilakukan oleh Chartered Institute of Arbitrators (CIArb). Organisasi ini menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan tes berjenjang untuk mengukur kualitas seorang arbiter internasional. Modul pelatihan dan soal-soal tes dibuat terpusat di London. Sehingga, arbiter yang terstandar oleh CIArb pun memiliki kualifikasi yang sama.

Sebagai informasi, Chartered Institute adalah organisasi internasional yang ada di 133 negara. Hingga kini, telah ada lebih 15000-an anggota di seluruh dunia. Organisasi ini telah berdiri sejak tahun 1915 dan membuka Chapter di Indonesia sejak 2007. (Baca Juga: Asosiasi Pengusaha Bentuk Pusat Arbitrase dan Mediasi)

“CIArb bukan badan arbitrase, tetapi badan pelatihan dan organisasi training yang punya standar kualifikasi arbiter,” kata Ilman di sela-sela resepsi atas pengumuman penunjukannya sebagai Chairman di Jakarta, Jumat (6/10).

Sebagai organisasi yang menyelenggarakan pendidikan profesi di sektor alternatif penyelesaian sengketa, CIArb memiliki standar kualifikasi anggota. Menurut Ilman, standardisasi merupakan cara untuk mengukur kualitas dan kemampuan para arbiter yang menjadi anggota CIArb tersebut. Mereka yang sudah mengikuti pendidikan dan pelatihan kemudian menjalani serangkaian tes dan assessment untuk mendapat standardisasi.

Lebih lanjut, Windri menjelaskan standar keanggotaan CIArb memiliki beberapa jenjang. Mulai dari associates, bagi mereka yang telah mengikuti pelatihan dan pendidikan dasar alternatif penyelesaian sengketa. Kemudian ada jenjang member, bagi mereka yang telah memenuhi kualifikasi tertentu. Terakhir, sebagai jenjang tertinggi adalah fellow. (Baca juga: Menuntun Kembali pada Esensi Arbitrase)

“Masing-masing jenjang ada semacam gelar yang bisa dituliskan di belakang nama, yaitu ACIArb untuk associates, MCIArb untuk member, dan FCIArb untuk fellow. Semua jenjang itu baru bisa dicapai kalau lulus tes standardisasi yang diselenggarakan oleh CIArb,” jelas Windri.

Hilman menambahkan, jenjang yang dimiliki oleh CIArb memudahkan para pihak sengketa untuk memilih arbiter yang memiliki kapasitas dan kapabilitas terbaik. Dengan adanya standar CIArb melalui jenjang yang dimilikinya, para pihak sengketa akan tahu siapa-siapa arbiter yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang mumpuni.

“Sejauh ini untuk jenjang fellow, baru ada lima orang di Indonesia. Untuk jenjang associate dan member memang sudah banyak,” pungkas Hilman.

Saat ini Hilman dan Windri merupakan pemimpin CIArb Chapter Indonesia. Keduanya ditunjuk oleh kantor pusat organisasi profesi arbiter yang juga menjadi pusat pelatihan dan pendidikan alternatif penyelesaian sengketa tersebut. Berhubung Indonesia baru berkedudukan sebagai chapter, maka periodisasi yang baku atas kepemimpinan Hilman dan Windri.

Tags:

Berita Terkait