In House Counsel dan Lawyer Bisa Prediksi Kapan Perusahaan Akan Bangkrut
Berita

In House Counsel dan Lawyer Bisa Prediksi Kapan Perusahaan Akan Bangkrut

Dengan catatan pengacara internal perusahaan (in house counsel) atau lawyer dapat memahami dan menelaah laporan keuangan setidaknya secara dasar.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Pakar IT & Business Management, Sudimin Mina. Foto: NNP
Pakar IT & Business Management, Sudimin Mina. Foto: NNP
Kehadiran pengacara internal perusahaan (in house counsel) atau pengacara ternyata tak melulu berkutat pada persoalan yang berkaitan dengan hukum atau peraturan. Pada kondisi tertentu, keduanya punya peran salah satunya memprediksi ‘umur’ suatu perusahaan.

Pakar IT & Business Management, Sudimin Mina mengatakan bahwa kemampuan menelaah laporan keuangan perusahaan oleh in house counsel ataupun lawyer menjadi nilai tambah bagi perusahaan. Sebagai bagian dari perusahaan, keduanya punya porsi ikut membantu perusahaan dalam mengembangkan bisnis serta mencari keuntungan sekalipun selama ini dipahami hanya sebatas pada aspek-aspek yang berkaitan dengan hukum atau legal.

“Aspek komersial berpengaruh dengan aspek legal yang akan disusun,” kata Sudimin saat menjadi narasumber dalam Pelatihan Hukumonline:Pemahaman Dasar Akuntansi Keuangan dalam Transaksi Bisnis Perusahaan di Jakarta, Rabu (11/10).

Memahami proses bisnis atau industri perusahaan sebetulnya memudahkan in house counsel atau lawyer itu sendiri dalam mendesain dan membangun argumentasi dari sisi hukum. Sangat disayangkan, kata Sudimin, kebanyakan perusahaan berpandangan kalau divisi legal corporate hanya mengerti sebatas peraturan terkait yang bersifat teknis dari inti perusahaan. Hal tersebut menjadi tidak menguntungkan sebenarnya karena kadangkala keberadaan divisi hukum ini dinilai sering ‘menghambat’ perusahaan ketika berupaya mengembangkan bisnis.

Tidak selesai sampai di situ, lanjut Sudimin, perusahaan skala kecil, misalnya tidak memiliki divisi hukum yang ‘gemuk’ atau berjuang sendiri (single fighter) mengerjakan segala hal yang berkaitan dengan hukum, mulai dari mengkaji (review) perjanjian hingga pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknis lainnya.

Alhasil, menjadi sulit bagi seorangin house counsel atau lawyer memberi ‘nilai lebih’ buat perusahaan. Lagi-lagi, kehadiran mereka dianggap ‘kecil’ buat perusahaan bahkan tidak ikut diajak mengambil kebijakan buat perusahaan.

Dikatakan Sudimin, in house counsel atau lawyer sebetulnya punya potensi sangat besar bagi perusahaan, misalnya membesarkan skala perusahaan. Yang patut dipahami, sebelum itu in house counsel ataupun lawyer wajib mengerti bagaimana kondisi perusahaan dengan menelaah laporan keuangan.

Memahami laporan keuangan bukanlah sesuatu yang sulit karena in house counsel dan lawyer tidak harus fasih menyusun laporan keuangan melainkan sebatas mengerti sehingga mampu menelaah bagaimana nantinya ‘nasib’ perusahaan periode ke depan.

In house counsel atau lawyer tidak perlu sampai teknis, misalnya melakukan posting ke laporan keuangan,” kata Sudimin.

Sekadar diketahui, metode pencatatan akuntansi berkembang mulai dari awal pada zaman Mesopotamia yang menggunakan batu atau kulit hewan. Metode pencatatan terus berkembang sampai Luca Bartolomi Pacioli menemukan metode “debet dan kredit” tahun 1494. Metode tersebut masih dipakai prinsipnya hingga saat ini, namun cara pencatatan saat ini telah lebih modern dengan menggunakan komputerisasi sampai mesin semacam robot bernama Accounting Automation Bot.

(Baca Juga: Mau Jadi In-House Counsel? Mahasiswa Hukum Wajib Punya 5 Modal Ini)

Dalam pelatihan yang digelar sehari penuh, Sudimin mengatakan in house counsel atau lawyer cukup memahami lima ratio analysis untuk menilai kondisi perusahaan. Pertama, rasio tidak efektif, yakni kondisi di mana perusahaan terlalu banyak memiliki aset tetap dan modal yang sama besar sementara aset jangka pendek, kewajiban jangka pendek dan panjang sedikit.

(Baca Juga: Ini Alasan Kenapa Lawyer dan In House Counsel Harus Paham Laporan Keuangan)

Kedua, rasio berisiko tinggi, yakni kondisi perusahaan dengan aset jangka pendek yang sedikit dibandingkan kewajiban jangka panjang sedangkan aset tetap sangat besar. Tiga, rasio konservatif, yakni kondisi perusahaan yang memiliki aset jangka pendek dan modal yang besar tetapi aset tetap, kewajiban jangka pendek dan jangka panjang sedikit. Kata Sudimin, kondisi keuangan perusahaan yang seperti itu dari segi pengembangan bisnis agak terlambat karena perusahaan terlihat tidak berani berinvestasi pada aset yang lain.

“Ini model ‘family business’. Tipe ini growth-nya single digit karena perusahaan tidak mau investasi di aset,” kata Sudimin.

Keempat, likuiditas minim, yakni aset jangka pendek lebih kecil daripada kewajiban jangka pendek sehingga mengalami isu likuiditas yang biasanya perusahaan akan sulit membayar kewajiban kepada vendor yang jatuh tempo dalam waktu pendek. Kelima, bangkrut, yakni kewajiban jangka pendek lebih besar dari modal perusahaan. Kondisi seperti itu, modal akan terus tergerus sehingga tinggal menunggu waktu untuk gulung tikar bila tidak cepat dicari jalan keluar.

“Itu tinggal tunggu waktu bangkrut. Perusahaan jangan memaksa jualan tapi masih punya aset, bisa dilihat apakah ada yang bisa dijual lebih mahal. Minimal jangan cari untung, tapi bayar utang. Dengan bayar utang, bisa dapat trust mungkin bisa kasih pinjaman lagi untuk usaha yang lain. Dari kondisi itu (juga) bisa banyak opsi untuk cari jalan keluar, seperti restrukturisasi. Misal current liabilities bisa dinego untuk jangka panjang misalnya dengan bank, misal bunga dari 10 persen, bayar 5 persen dan minta bayar utang pokok dulu,” kata Sudimin.

Tak hanya untuk kepentingan internal perusahaan, kemampuan membaca dan menelaah laporan keuangan juga sangat membantu in house counsel dan lawyer dalam mengecek visibilitas suatu project apakah akan diambil atau tidak oleh perusahaan. Bila selama ini in house atau lebih tepatnya lawyer corporate melakukan uji tuntas dari segi hukum (legal due diligence), setelah memahami sedikit bagaimana cara menelaah laporan keuangan internal perusahaan, tidak ada salahnya in house atau lawyer ikut membantu melakukan finance due diligence untuk melihat visibilitas project yang sedang dikaji.

“Kita lihat apakah project tersebut feasible atau tidak buat perusahaan,” tutup Sudimin.

Tags:

Berita Terkait