5 Cara Ini Diusulkan untuk Atasi Defisit Jaminan Kesehatan Nasional
Berita

5 Cara Ini Diusulkan untuk Atasi Defisit Jaminan Kesehatan Nasional

Ada banyak cara yang bisa ditempuh untuk mengatasi defisit JKN. Menaikkan iuran opsi terakhir.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Rapat tingkat Menteri membahas defisit JKN, 7 Nov 2017. Foto: RES
Rapat tingkat Menteri membahas defisit JKN, 7 Nov 2017. Foto: RES

Pemerintah telah merencanakan sejumlah kebijakan yang akan ditempuh untuk mengatasi defisit yang dialami program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang dikelola BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan, misalnya, mendapatkan suntikan dana Rp3,6 triliun. Namun suntikan dana itu belum bisa sepenuhnya mengatasi defisit yang dialami. Cara lain digulirkan dalam rapat tingkat menteri, yakni memanfaatkan cukai rokok.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyebut opsi lain berupa menaikkan iuran JKN-KIS. Kebijakan menaikkan  iuran itu akan ditempuh jika semua upaya telah dilakukan pemerintah namun masih membutuhkan peran serta masyarakat. Tetapi menaikkan iuran itu bukan tanpa resiko, seperti penolakan dari masyarakat. Itu sebabnya Pemerintah terkesan sangat berhati-hati jika ingin menaikkan iuran.

“Kami selalu hati-hati, pemerintah tidak mau tujuan menyelesaikan satu masalah malah menimbulkan masalah baru. Itu adalah titik keseimbangan yang coba kami cari untuk menetapkan berapa jumlah iuran,” kata Sri usai rapat tingkat Menteri di Jakarta, Senin (07/11) lalu.

(Baca juga: Pemerintah Buka Peluang Cukai Rokok untuk Atasi Defisit JKN).

Koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menyebut sedikitnya ada 5 cara yang bisa dilakukan untuk menangani persoalan tersebut. Pertama, mengevaluasi besaran iuran JKN-KIS. Selama ini iuran peserta merupakan sumber pendapatan utama BPJS Kesehatan. Tapi jumlah iuran yang terkumpul lebih sedikit daripada pengeluaran. Tercatat per 30 Juni 2017 iuran yang masuk Rp35 triliun dan pengeluaran sampai Rp41,5 triliun, ada defisit 6,5 triliun.

Iuran peserta penerima bantuan (PBI) Rp23 ribu per orang setiap bulan yang dibayar pemerintah saat ini belum memenuhi perhitungan aktuaria sebesar Rp36 ribu. Jika pemerintah membayar iuran PBI Rp36 ribu untuk 92,4 juta peserta selama 12 bulan, jumlah iuran yang dibayar mencapai Rp39,9 triliun. Ditambah 13 juta peserta PBI yang dibayar pemerintah daerah (pemda) melalui APBD sekitar Rp5,6 triliun. Untuk kategori peserta PBI jumlah iuran yang terkumpul totalnya mencapai Rp45,5 triliun.

Iuran peserta kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU) menurut Timboel juga perlu dinaikkan, untuk kelas III Rp27.000 per orang setiap bulan, kelas II Rp55 ribu dan kelas I untuk saat ini belum perlu dinaikkan. Jika kenaikan iuran itu dilakukan, potensi iuran BPJS Kesehatan tahun 2018 bisa mencapai Rp90 triliun. “Dasar hukum kenaikan iuran ini sebagaimana amanat Pasal 16l Perpres No. 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan,” katanya di Jakarta, Selasa (07/11).

(Baca juga: Kendalikan Defisit JKN, Pemerintah Perbaiki Regulasi).

Kedua, terkait iuran, Timboel melihat kinerja direksi BPJS Kesehatan belum maksimal menagih piutang iuran per 30 Juni 2017 sebesar Rp3,9 triliun. Piutang itu berasal dari iuran peserta yang belum dibayar seperti Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU), dan Peserta Penerima Upah (PPU).

Tags:

Berita Terkait