Menunggu Putusan Hakim dalam Kasus Penumpang Disabilitas Gugat Maskapai
Berita

Menunggu Putusan Hakim dalam Kasus Penumpang Disabilitas Gugat Maskapai

Penggugat menilai tergugat melanggar peraturan. Tergugat mengklaim sudah melakukan tindakan sesuai aturan.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pesawat di bandara Soekarno-Hatta. Foto: MYS
Ilustrasi pesawat di bandara Soekarno-Hatta. Foto: MYS

Dalam dua pekan ke depan, Ferry Agustina Budi, Agus Widodo dan Sudjarwanto perlu mendiskusikan dan merampungkan kalimat demi kalimat pertimbangan hukum yang akan dituangkan ke dalam putusan. Lantaran belum selesai menyusun, ketiga hakim PN Jakarta Selatan itu meminta waktu hingga 4 Desember mendatang untuk membacakan putusan atas perkara yang mereka tangani.

Perkara dimaksud adalah gugatan Dwi Ariyani terhadap maskapai Etihad Airways, beserta pengelola dan regulator bandara: PT Jasa Angkasa Pura dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Ferry dan kedua koleganya menjadi majelis dalam perkara ini.

Penundaan pembacaan putusan oleh majelis tak sepenuhnya diterima para pihak. Heppy Sebayang, pengacara Dwi Aryani, menyayangkan penundaan karena sebelumnya majelis juga sudah punya waktu satu bulan untuk merundingkan perkara. Apalagi, tegas Heppy, perkara ini memakan waktu hampir setahun, dimulai pada 29 November tahun lalu.

“Waktu penundaan kita sudah cukup panjang, kurang lebih sekitar satu bulan. Menurut kami (penundaan) ini agak berlebihan juga kalau majelis beranggapan bahwa hari ini belum siap dengan putusan. Waktu yang teralokasi sebenarnya sudah cukup panjang sampai hari ini,” ujar Heppy seusai penundaan tersebut, Senin (20/11), kepada hukumonline.

(Baca juga: Kenali 6 Announcement di Pesawat Udara yang Berkaitan dengan Hukum).

Sebaliknya, kuasa hukum Etihad, Fredrik J. Pinakunary, tak mempermasalahkan penundaan. Penundaan adalah keputusan majelis hakim yang harus dihormati, apalagi hakim menyatakan belum siap. Managing partner Fredrik J Pinakunary Law Office ini justru berharap dengan penundaan ini majelis memberikan pertimbangan dan putusan yang adil dan sesuai peraturan hukum yang berlaku.

Para pihak memang sudah memberikan argumentasi masing-masing untuk setiap proses hukum acara perdata persidangan. Penggugat dan tergugat saling memperkuat alat bukti yang disampaikan kepada majelis, termasuk menghadirkan ahli. “Selanjutnya ya kita berharap hakim mempertimbangkan itu semua dan mengeluarkan putusan yang adil,” ujar Fredrik kepada hukumonline melalui sambungan telepon.

Perseteruan Dwi Aryani dan maskapai Etihad tak bisa dilepaskan dari peristiwa 3 April 2016. Kala itu, Dwi Ariyani hendak pergi ke Jenewa Swiss via Abdu Dhabi dari Bandara Soekarno-Hatta dengan menggunakan layanan maskapai Etihad Airways. Sesampainya di bandara, ia melakukan check in sendiri tanpa pendamping seperti biasa di counter milik Etihad. Ketika itu seorang petugas checkin sempat menanyakan mengapa ia menggunakan kursi roda dan dijelaskan oleh Dwi dirinya merupakan penyandang disabilitas. Seorang petugas counter Etihad bahkan membantu Dwi mengangkat barang untuk ditempatkan dalam bagasi pesawat. Petugas memenuhi permintaan Dwi untuk menyediakan kursi roda khusus dan membantunya mengantarkan ke ruang tunggu penumpang dan selanjutnya ia masuk ke pesawat dan menempati tempat duduk dengan nomor 15C.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait