Gara-Gara Dilarang Naik Pesawat, Penumpang Gugat Maskapai
Berita

Gara-Gara Dilarang Naik Pesawat, Penumpang Gugat Maskapai

Gugatan sudah didaftarkan.

Oleh:
RED/MYS
Bacaan 2 Menit
David ML Tobing, pengacara para penggugat. Foto: HOL/SGP
David ML Tobing, pengacara para penggugat. Foto: HOL/SGP
Ada saja penyebab perseteruan penumpang yang ingin menggunakan transportasi pesawat udara ke tujuan tertentu dengan maskapai penerbangan. Ada yang karena delay, perubahan jadwal, atau keterlambatan check-in, ada pula karena kurangnya rasa nyaman. Sebagian perseteruan berakhir dengan damai, sebagian lagi berlanjut ke pengadilan.

Kasus teranyar adalah perkara yang sudah resmi didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tangerang. Sesuai berkas gugatan dan rilis yang diperoleh Hukumonline, empat orang konsumen yang sudah memberi tiket Jakarta-Surabaya secara online mendaftarkan gugatan terhadap PT Indonesia AirAsia Extra (Tergugat), dan PT Traveloka Indonesia (Turut Tergugat). (Baca juga: Ini Tips Hindari Masalah Hukum untuk Pebisnis Agen Perjalanan).  

Regina Goenawan, Sandra Gunawan, Richard Goenawan, dan Ramona Goenawan, para peggugat, merasa dirugikan oleh penolakan yang dilakukan Tergugat saat para penggugat sudah membeli tiket dan sudah dalam proses check-in di bandara.

Peristiwa yang menimpa Regina dan kawan-kawan terjadi pada 4 November tahun lalu. Seharusnya, pukul 07.10 WIB Regina sudah harus berangkat menuju Surabaya dari terminal 2 F Bandara Soekarno Hatta. Pada hari keberangkatan itu para penggugat sudah hadir dan melakukan proses check-in di konter. Saat itulah Tergugat menolak menerbangkan para penggugat. Para tergugat dilarang naik pesawat XT7680 tujuan Surabaya.

Penyebabnya? Nama ‘Regina’ masuk dalam daftar hitam atau blacklist penerbangan Tergugat. Nama Regina yang bermasalah, eh tiga penggugat lain pun ketiban sial, mereka juga ditolak naik pesawat. Saat itu para penggugat merasa tergugat tidak memberikan alasan yang memuaskan dan profesional. Ditambah lagi, Tergugat tidak memberikan kompensasi atau fasilitas saat para Penggugat menunggu selama kurang lebih 4 jam 30 menit untuk membeli tiket dan terbang dengan maskapai lain menuju Surabaya. (Baca juga: Nilai Santunan Jasa Raharja Direvisi, Ini Pokok-Pokok Perubahannya).

Melalui korepondensi, Tergugat menyatakan pada tahun 2013 telah melakukan black list penumpang atas nama ‘Regina’ karena telah melakukan tindakan kekerasan terhadap salah satu awak kabin Tergugat. Padahal, Penggugat I (Regina Goenawan) tidak pernah melakukan tindakan kekerasan dalam bentuk apapun kepada awak kabin dan/atau karyawan Tergugat. David ML Tobing, pengacara penggugat, juga menunjuk fakta bahwa pada 2 Mei 2015 dan 9 Mei 2016 Penggugat I pernah melakukan penerbangan menggunakan maskapai Tergugat dan saat itu tidak ada larangan untuk melakukan penerbangan. Atas dasar itu, pengacara penggugat menilai tergugat melakukan perbuatan sewenang-wenang.

Gugatan yang telah didaftarkan bersandar pada Pasal 1365 KUHPerdata, 1367 KUHPerdata, Pasal 140 ayat (2) UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 7 huruf c, Pasal 4 huruf g dan h UU No.  8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan  Pasal 27 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Penggugat majelis hakim PN Tangerang menyatakan tergugat melakukan perbuatan melawan hukum, menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil dan immaterial, dan menghukum tergugat menyatakan permintaan maaf melalui media cetak. Sebaliknya, belum diperoleh tanggapan dari para tergugat.
Tags:

Berita Terkait