Sebelum Disahkan, Pemerintah Bakal Ajukan DIM Perubahan RUU BUMN
Berita

Sebelum Disahkan, Pemerintah Bakal Ajukan DIM Perubahan RUU BUMN

Sejumlah ketentuan baru dalam RUU BUMN dinilai menghambat ruang gerak BUMN. Sebab, setiap aksi korporasi BUMN harus berkonsultasi dan mendapat persetujuan DPR.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Gedung Kementerian BUMN. Foto: RES
Gedung Kementerian BUMN. Foto: RES

Proses penyelesaian pembahasan Revisi Undang Undang (RUU) Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) nampaknya bakal alot. Pasalnya, pemerintah masih belum puas dengan materi muatan dalam draf RUU BUMN yang telah diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada 3 Oktober 2018.

 

Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN, Hambra menilai RUU BUMN yang diajukan DPR tersebut terlalu mengekang ruang gerak BUMN. Menurutnya, draf RUU BUMN tersebut memuat banyak pasal yang mengharuskan BUMN berkonsultasi dan mendapat persetujuan DPR dalam setiap aksi korporasi.

 

“Dalam draf tersebut tidak jelas mengenai ruang lingkup BUMN, sehingga tidak ada batasan jelas mana yang disebut BUMN. Selain itu, setiap penyelenggaraan kegiatan BUMN (aksi korporasi) disusun harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada DPR,” kata Hambra saat dijumpai dalam Seminar “Kekayaan BUMN dalam Perspektif Hukum Keuangan Negara” di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Jumat (26/10/2018). Baca Juga: Bakal Diparipurnakan, Ini Tiga Poin Terbaru dari RUU BUMN

 

Hambra menilai apabila setiap aksi perusahaan BUMN harus mendapat persetujuan DPR, maka akan menghambat dan mengganggu bisnis korporasi yang bersifat dinamis. Menurutnya, kewajiban berkonsultasi kepada DPR dalam aksi korporasi BUMN tidak diperlukan agar bisa memberikan keleluasaan bisnis perusahaan.

 

Salah satu ketentuan yang harus mendapat persetujuan DPR dalam RUU BUMN tersebut yakni mengenai aksi pembentukan BUMN, seperti privatisasi, merger, spin off (pembentukan entitas baru) dan pembentukan holding BUMN. Padahal, bagi Hambra, aksi korporasi tersebut merupakan sesuatu yang lumrah terjadi dalam kegiatan bisnis, sehingga tidak perlu lagi persetujuan DPR.

 

“Saat ini ketentuan mengenai pembentukan BUMN juga sudah cukup mengakomodir dan memberi pengawasan kepada BUMN,” dalihnya

 

Seperti diketahui, mekanisme privatisasi dan pembentukan holding BUMN saat ini tidak diatur dalam UU BUMN. Namun, diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2005 tentang Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan dan PP No. 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN.

Tags:

Berita Terkait