Peringkat Kemudahan Berusaha Indonesia Turun, Ini Langkah Pemerintah
Berita

Peringkat Kemudahan Berusaha Indonesia Turun, Ini Langkah Pemerintah

Meski EoDB turun peringkat, skor DTF mengalami kenaikan.

Oleh:
Fitri N. Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kemudahan berusaha. Ilustrator: BAS
Ilustrasi kemudahan berusaha. Ilustrator: BAS

Pemerintahan era Presiden Joko Widodo menaruh perhatian pada reformasi kemudahan berusaha atau yang lebih dikenal dengan Ease of Doing Business (EODB). Jika dilihat rekam jejak peringkat EoDB Indonesia sejak 2015, Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2015 sampai 2018. Namun di penilaian EoDB 2019, peringkat Indonesia turun satu poin.

Total reformasi kemudahan berusaha yang dilakukan pemerintah adalah 23 reformasi yang terbagi di dalam delapan indikator. Pada tahun 2015, rangking EoDB Indonesia berada pada angka 114 dilihat dari indikator starting a business, getting electricity, dan paying taxes yang mengalami perbaikan. Pada 2016, peringkat kemudahan berusaha Indonesia naik lima poin ke peringat 109 karena indikator yang sama mengalami perbaikan.

Pada 2017, menggunakan tujuh indikator kemudahan berusaha, Bank Dunia menilai ada perbaikan yang dilakukan Pemerintah. Indikatornya adalah  starting a business, getting electricity, registering property, getting credit, paying taxes, trading across borders, dan enforcing contracts. Peringkat Indonesia naik ke 91. Tahun 2018, indikator yang mengalami peningkatan adalah starting a business, getting electricity, registering property, getting credit, protecting minority investors, paying taxes, dan trading across borders.

(Baca juga: Sistem OSS Diluncurkan, Izin Berusaha Kini Lebih Mudah).

Rupanya, pada 2019, berdasarkan penilaian Bank Dunia, peringkat EoDB Indonesia turun sebanyak satu poin. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menyebutkan selama periode 2014-2018, Indonesia secara konsisten menyelenggarakan reformasi kemudahan berusaha di 8 indikator. Enam indikator kemudahan berusaha mengalami perbaikan. Perbaikan ini, kata Darmin, merupakan hasil dari penyederhaan waktu pengajuan permohonan Surat Ketetapan Rencana Kota (SKRK) via Surabaya Single Windows, penyesuaian tariff pendaftaran sambungan baru dan perbaikan kinerja SAIDI/SAIFI, revisi data untuk documentary compliance impor dengan peniadaan persyaratan SSPCP dan perbaikan recovery date.

Sebaliknya, ada empat indikator kemudahan berusaha yang mengalami penurunan yakni dealing with construction permits, protecting minority investors, trading across borders, dan enforcing contracts. Darmin berharap di masa mendatang Indonesia membutuhkan program reformasi yang lebih fundamental dan radikal untuk bisa melakukan peningkatan skor Distance to Frontier  (DTF), skala performan investasi (skor 0-100). Saat ini, Indonesia baru pada posisi perbaikan dari 66,54 menjadi 67,96.

“Tidak bisa hanya dengan program reformasi yang hanya menghasilkan perubahan administratif dan procedural. Namun harus dilakukan seperti Sistem OSS yang secara radikal melakukan perubahan dari aspek regulasi, proses bisnis dan sistem layanan,” kata Darmin.

Selain itu, lanjutnya, beberapa program reformasi yang sudah dicatat dalam Laporan Doing Business 2019 adalah starting a business yakni penurunan tarif notaris untuk pembuatan akta pendirian PT, operasionalisasi portal tunggal pendaftaran kepesertaan BPJS Kesehatan

Tags:

Berita Terkait