Guru Besar FH Unpad: Regulasi Kemudahan Berusaha Harus Disesuaikan dengan Hukum Internasional
Berita

Guru Besar FH Unpad: Regulasi Kemudahan Berusaha Harus Disesuaikan dengan Hukum Internasional

Kualitas regulasi dipengaruhi pula sumber daya para pembuat peraturan dan penegak hukum.

Oleh:
CR-25/MYS
Bacaan 2 Menit
Kemudahan berusaha menggunakan indikator tertentu, salah satunya penyelesaian kepailitan. Fot: RES
Kemudahan berusaha menggunakan indikator tertentu, salah satunya penyelesaian kepailitan. Fot: RES

Pemerintah sudah menerbitkan belasan Paket Kebijakan Perekonomian untuk mendorong kemudahan berusaha atau ease of doing business (EODB). Masing-masing kementerian dan lembaga diminta melakukan penataan guna mendukung tercapainya target peringkat kemudahan berusaha dalam penilaian Bank Dunia. Salah satu yang paling sulit adalah menata regulasi bidang sumber daya alam.

 

Langkah Pemerintah menata regulasi untuk membuka lebar peluang investasi adalah bagian dari upaya mengikuti perkembangan zaman. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly berpandangan Indonesia mau tidak mau harus mengikuti perkembangan internasional yang terjadi. Batas-batas antar negara semakin tipis, dan perkembangan teknologi informasi membuat dunia seolah tanpa batas. Perubahan itu juga berdampak pada regulasi.

 

Namun, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Huala Adolf, mengingatkan regulasi hanya satu indikator saja dalam daya saing suatu negara dalam bisnis internasional. Artinya, daya kompetitif suatu negara tak hanya ditentukan oleh regulasi yang mempermudah kesempatan berusaha, tetapi juga faktor lain seperti kelembagaan.

 

Berkaitan dengan penataan regulasi yang gencar dikembangkan Pemerintah, ada satu hal yang dinilai ahli penanaman modal ini belum maksimal dilakukan. Penataan regulasi adalah langkah benar, tetapi jangan juga lupa menyesuaikan peraturan nasional itu dengan hukum internasional. Menurut Prof. Huala Adolf, Vietnam dan Thailand bisa melaju ke dalam peringkat yang bagus di Asia Tenggara karena cepat menyesuaikan regulasi nasionalnya dengan mekanisme internasional. “Saya bukannya internasionalist ya. Tetapi sekarang, perekonomian dan hukum kita tidak mungkin hidup sendiri di dunia ini kan?” ujarnya ketika diwawancara hukumonline, Rabu (07/2).

 

Huala Adolf termasuk salah seorang ahli yang diundang Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) pekan lalu untuk menghadiri Rapat Koordinasi Penataan Regulasi. Menurut Menteri Yasonna, pelibatan sejumlah ahli itu dimaksudkan untuk memperkuat basis penataan regulasi nasional. Indonesia berkejaran dengan waktu agar bisa masuk peringkat 50 besar dalam daftar EODB.

 

Menurut dia, penyesuaian dengan hukum internasional akan memudahkan investasi masuk Indonesia. Salah satu yang mejadi masalah adalah enforcing contract. Rezim hukum kontrak internasional sudah banyak, dan Indonesia perlu menyesuaikan regulasinya. Misalnya, di pengadilan, ini berkaitan dengan proses penanganan sengketa perjanjian di pengadilan dan forum penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Sebagai bagian dari perbaikan, Mahkamah Agung telah menerbitkan peraturan tentang gugatan sederhana (Perma No. 2 Tahun 2015), dan Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Mediasi di Pengadilan.

 

(Baca juga: Tiga Indikator Kemudahan Berusaha Meningkat)

 

Selain itu, Prof. Huala Adolf menilai penting pembangunan sumber daya manusia yang menangani pembentukan penegakan hukum. SDM pembentukan hukum akan berpengaruh pada regulasi yang tumpang tindih, yang multitafsir, dan penegakannya tidak berjalan efektif. “Kualitas SDM kita yang harus ditingkatkan dalam pembentukan, penegakan, dan implementasi hukum,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait