DPR Sebut UU Telekomunikasi Jamin Kepastian Proses Peradilan Pidana
Berita

DPR Sebut UU Telekomunikasi Jamin Kepastian Proses Peradilan Pidana

Izin penyadapan hanya untuk keperluan proses peradilan oleh jaksa agung atau kepala kepolisian atas permintaan penyidik kepada dari penyelenggara jasa telekomunikasi.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES

DPR menilai Pasal 42 ayat (2) UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi terkait proses izin penyadapan guna keperluan proses peradilan telah memberikan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil dalam proses peradilan pidana serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Karena itu, pasal itu sama sekali tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945.

 

Dalam hal kedudukan hukum Pemohon sebagai terdakwa, hak-hak Pemohon sebagai terdakwa masih tetap dilindungi oleh negara. Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atas pengujian pasal aquo,” ujar Anggota Komisi III DPR Anwar Rachman dalam sidang lanjutan pengujian UU Telekomunikasi, Senin (21/1/2019).  

 

Pasal 42 UU Telekomunikasi:

(1) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya.

(2) Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas: a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu. b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

 

Dia melanjutkan Pasal 42 ayat (2) UU Telekomunikasi yang diuji Pemohon sama sekali tidak mengurangi hak dan kewenangan konstitusional Pemohon yang berstatus sebagai terdakwa. Sebab, izin penyadapan hanya untuk keperluan proses peradilan oleh jaksa agung atau kepala kepolisian atas permintaan penyidik kepada dari penyelenggara jasa telekomunikasi. “Tapi dengan tetap menjaga kerahasiaan informasi yang merupakan hak pribadi pengguna jasa telekomunikasi,” lanjutnya.

 

Lagipula, kata dia, dalam proses peradilan seperti diatur Pasal 66 KUHAP, tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian, tetapi pembuktian terletak pada jaksa penuntut umum. Karenanya, akses perolehan bukti rekaman hanya bisa diberikan kepada jaksa penuntut umum untuk proses peradilan.

 

“Subjek yang dapat meminta alat bukti berupa rekaman informasi dibatasi hanya penyelidik atau penyidik, bukan tersangka atau terdakwa sebagaimana yang diminta Pemohon,” tegasnya. (Baca Juga: Pemerintah: UU Telekomunikasi Jamin Perlindungan Data Pribadi)

Tags:

Berita Terkait