Pokok-pokok Reformasi Perpajakan Periode 2017-2018
Berita

Pokok-pokok Reformasi Perpajakan Periode 2017-2018

Terdapat sembilan kebijakan terbaru yang sudah diterbitkan dalam rangka reformasi perpajakan.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Pokok-pokok Reformasi Perpajakan Periode 2017-2018
Hukumonline

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus melakukan reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan diperlukan untuk memperkuat DJP dan menjadikan DJP sebagai lembaga yang kredibel. Dan yang tak kalah penting, reformasi perpajakan dapat memberikan dampak Wajib Pajak misalnya kemudahan pengurusan pajak di bidang admnistrasi dan fasilitas insentif.

 

Pembenahan dilakukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan cara menerbitkan kebijakan-kebijakan di sektor pajak. Direktur Jenderal Pajak (DJP) Robert Pakpahan menyampaikan bahwa terdapat sembilan kebijakan terbaru yang sudah diterbitkan dalam rangka reformasi perpajakan.

 

Pertama, penyederhanaan kewajiban menyampaikan SPT yang diatur dalam PMK-09/PMK.03/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT). Adapun pokok-pokok perubahannya adalah SPT PPh Pasal 25 Nihil tidak wajib lapor, SPT Masa PPh Pasal 21/26 Nihil tidak wajib lapor kecuali Masa Desember, dan Pelaporan SPT secara elektronik (e-SPT, e-Filing, e-Form).

 

Kedua, penyederhanaan dan pelayanan SPT yang diatur dalam Per-03/PJ/2019 tentang Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Fiskal Direktur Jenderal Pajak yang pokok-pokok perubahannya adalah perluasan channeling yakni KP2KP dan layanan di luar kantor (Pojok Pajak) dapat menerima semua jenis SPT (termasuk SPT LB dan Pembetulan SPT), penyederhanaan lampiran e-filing yaitu dapat disampaikan dalam beberapa file PDF (sebelumnya dibatasi satu), dan SSP tidak perlu dilampirkan untuk semua jenis SPT (sebelumnya hanya bagi SPT 1770S dan SS dengan status nihil atau kurang bayar).

 

Ketiga, layanan terpadu yakni informasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (I-KSWP). iKSWP menjadi satu portal yang melayani segala kebutuhan verifikasi dan konfirmasi status wajib pajak melalui DJPonline. Keempat, validasi Surat Setor Pajak (SSP) untuk pengembang yang diatur dalam PER-26/PJ/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-41/PJ/2015 tentang Pengamanan Transaksi Elektronik Layanan Pajak Online. Pokok-pokok perubahannya adalah permohonan dapat disampaikan online, satu permohonan untuk beberapa objek dan multi pembayaran, dan validasi cukup dengan surat permohonan dan daftar pembayaran PPh (tanpa melampirkan SSP).

 

(Baca: Program yang Disiapkan Pemerintah untuk Kepastian Dunia Usaha)

 

Kelima, host to host E-Faktur BUMN. Host to host E-Faktur BUMN bertujuan untuk integrasi data perpajakan sejumlah BUMN dengan DJP, menggunakan Aplikasi e-Faktur Host-To-Host (H2H), meningkatkan transparansi, memudahkan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, dan memberikan sinyal kepada para pihak yang terkait dengan wajib pajak untuk patuh dengan kewajiban perpajakannya secara lebih baik, serta Cost of compliance Wajib Pajak BUMN rendah dengan minimnya sanksi administrasi perpajakan.

 

Keenam, percepatan restitusi sesuai dengan PMK-39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Ketujuh, kebijakan mengenai devisa hasil ekspor (DHE) yang tertuang di dalam PMK Nomor 212/PMK.03/2018 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia. Dalam PMK ini terdapat dua poin penting yakni Perluasan kriteria yang mencakup baik deposito baru maupun deposito roll-over dan penempatan deposito bisa juga di bank yang berbeda, dengan melampirkan surat pernyataan.

Tags:

Berita Terkait