Aturan Hasil Survei dan Hitung Cepat Pemilu Kembali Dipersoalkan
Berita

Aturan Hasil Survei dan Hitung Cepat Pemilu Kembali Dipersoalkan

Para pemohon meminta pasal-pasal mengenai hasil survei dan hitung cepat dalam Pemilu 2019 dibatalkan dan atau memutus putusan sela yang isinya menunda pelaksanaan pasal-pasal yang diuji.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang perdana pengujian UU Pemilu terkait pengumuman hasil survei dan hitung cepat di ruang sidang MK, Selasa (2/4). Foto: AID
Suasana sidang perdana pengujian UU Pemilu terkait pengumuman hasil survei dan hitung cepat di ruang sidang MK, Selasa (2/4). Foto: AID

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materi Pasal 449 ayat (2), ayat (5), ayat (6); Pasal 509; dan Pasal 540 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait aturan pengumuman hasil survei dan hitung cepat. Permohonan ini diajukan dua pemohon yakni Ketua Umum Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) dengan No. 24/PUU-XVII/2019 dan PT Televisi Transformasi Indonesia, PT Media Televisi Indonesia, PT Rajawali Citra Televisi Indonesia, PT Lativi Mediakarya, PT Indosiar Visual Mandiri, PT Indikator Politik Indonesia dan PT Cyrus Nusantara dengan No. 25/PUU-XVII/2019.  

 

Kuasa Hukum Pemohon AROPI, Veri Junaidi menilai pembentuk UU telah membangkang perintah konstitusi dan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf (i) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan terutama asas ketertiban dan kepastian hukum. Sebab, mereka telah menghidupkan kembali aturan larangan pengumuman hasil survei/jajak pendapat pada masa tenang dan pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat beserta ketentuan pidana dalam UU Pemilu.

 

Veri menjelaskan Pemohon secara kelembagaan telah mempersiapkan seluruh resources-nya untuk berpartisipasi “mencerdaskan kehidupan bangsa” melalui pelaksanaan riset atau survei dan mempublikasikannya. “Namun, upaya Pemohon potensial dibatasi atau bahkan dihilangkan dengan berlakunya pasal-pasal a quo,” ujar kata Veri Junaidi dihadapan Majelis Panel yang diketuai Arief Hidayat beranggotakan Enny Nurbaningsih dan Suhartoyo. Baca Juga: MK Ubah Tiga Prosedur Pencoblosan dalam Pemilu 2019

 

Untuk diketahui, seluruh norma dari pasal-pasal yang diujikan dalam permohonan ini telah dinyatakan bertentangan dengan konstitusi oleh MK melalui tiga putusan. Pertama, Putusan MK No. 9/PUU-VII/2009 bertanggal 30 Maret 2009. Kedua, Putusan MK No. 98/PUU-VII/2009 bertanggal 3 Juli 2009. Ketiga, Putusan MK No. 24/PUU-XII/2014 bertanggal 3 April 2014.

 

Pasal 449

(2) Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dilakukan pada Masa Tenang

(5) Pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.

(6) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) merupakan tindak pidana Pemilu.

 

Pasal 509

Setiap orang yang mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu dalam Masa Tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 449 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.0000,00 (dua belas juta rupiah).

 

Pasal 540

(1) Pelaksana kegiatan penghitungan cepat yang melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa prakiraan hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 449 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

(2) Pelaksana kegiatan penghitungan cepat yang mengumumkan prakiraan hasil penghitungan cepat sebelum 2 (dua) jam setelah selesainya pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 449 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).

Sementara Kuasa Hukum sejumlah stasiun televisi, Andi Syafrani menilai penundaan publikasi hasil hitungan cepat berpotensi menimbulkan spekulasi yang tidak terkontrol seputar hasil pemilu. Terlebih, Pemilu 2019, tahun ini adalah pemilu perdana yang menggabungkan pilpres dan pileg dalam sejarah Indonesia. Warga pemilih pasti sangat antusias untuk segera mendapatkan informasi seputar hasil pemilu.

 

Menurutnya, pembatasan waktu dengan ancaman pidana soal hitungan cepat seperti diatur pasal-pasal yang diuji justru berpotensi menimbulkan berita-berita palsu (hoaks) seputar hasil pemilu. Hal ini menurut para Pemohon akan menambah beban rumitnya pelaksanaan pemilu bagi penyelenggara pemilu, aparat penegak hukum, dan sulitnya menciptakan tujuan pemilu yang damai, tertib, adil, transparan, dan demokratis.

Tags:

Berita Terkait