Dugaan Aliran Uang ke Menpora, KPK Analisis Fakta Persidangan Pejabat KONI
Berita

Dugaan Aliran Uang ke Menpora, KPK Analisis Fakta Persidangan Pejabat KONI

Uang diduga diberikan melalui staf pribadi dan staf protokoler Menteri.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Staf pribadi Menteri Miftahul Ulum usai diperiksa KPK, 3 Januari 2019 lalu. Foto: RES
Staf pribadi Menteri Miftahul Ulum usai diperiksa KPK, 3 Januari 2019 lalu. Foto: RES

KPK menganalisis fakta persidangan, termasuk putusan, dalam perkara korupsi yang melibatkan Sekjen dan Bendahara Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, menjelaskan KPK menghormati putusan majelis dan memiliki waktu tujuh hari untuk menyatakan sikap.

Sebelumnya, Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat telah menjatuhkan hukuman terhadap Sekjen KONI, Ending Fuad Hamidy berupa pidana penjara 2 tahun 8 bulan dan denda 100 juta rupiah subsider dua bulan kurungan. Sementara Bendahara Johny E. Awuy dihukum 1 tahun 8 bulan dan denda 50 juta rupiah subsider dua bulan kurungan. Majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan Ending dan Johny terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

KPK merasa perlu melakukan analisis lantaran ada fakta penting yang disinggung majelis hakim. Majelis meyakini ada pemberian suap dari Ending untuk Menteri Pemuda dan Olahraga yang diserahkan melalui staf pribadi Imam, Miftahul Ulum, dan staf protokol Kemenpora, Arief Susanto. “Saksi Eni Purnawati telah menyerahkan uang kepada Miftahul Ulum dan Arif," kata majelis dalam pertimbangannya, Senin (20/5).

Di persidangan, Miftahul Ulum dan Arif bersikeras tidak menerima uang sama sekali dari Eni atau KONI. Sedangkan Imam Nahrawi saat menjadi saksi juga menerangkan tidak tahu menahu saksi Eni memberikan uang kepada Ulum dan tidak menerima uang sama sekali dari Ulum dan Arif.

(Baca juga: Deputi IV dan Kemenpora dan Dua Anak Buahnya Didakwa Terima Suap dari KONI).

KPK juga mengantongi bukti lain yang menguatkan dugaan suap melalui kedua staf Menpora tersebut. "Kami hargai, dituntutan ada sejumlah aliran dana, analisis JPU juga dituangkan. Ada indikasi keterlibatan pihak lain JPU akan menganalisis. Apa akan diteruskan proses hukum atau seperti apa, nanti tergantung hasil analisis," kata Febri di kantornya.

Pertimbangan hakim mengenai adanya uang kepada Menpora mengamini tuntutan penuntut umum KPK. Dalam tuntutannya, jaksa memang yakin uang sebesar Rp11,5 miliar itu diterima untuk kepentingan Menpora Imam Nahrowi. "Sebagaimana keterangan terdakwa dan diperkuat pengakuan Johny E Awuy terkait adanya pemberian jatah komitmen fee secara bertahap yang diterima Miftahul Ulum dan Arief Susanto guna kepentingan Menpora yang seluruhnya Rp 11,5 miliar," ujar jaksa Ronald saat membacakan tuntutan.

Menurut Ronald, sejak awal Ending dan Miftahul Ulum telah menyepakati komitmen pemberian atas pencairan dana hibah yang diberikan Kemenpora kepada KONI. Mereka berdua diduga menyepakati besaran fee 15-19 persen dari nilai total dana hibah. Oleh karena itu keterangan Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, serta staf protokol Kemenpora Arief Susanto yang membantah adanya penerimaan uang, kata majelis, harus dikesampingkan karena hanya dianggap sebagai pembelaan pribadi semata.

Tags:

Berita Terkait