Revisi UU Kepailitan Harus Perhatikan Status dan Perlindungan Kurator
Utama

Revisi UU Kepailitan Harus Perhatikan Status dan Perlindungan Kurator

Efektifitas dan efisiensi tidak akan terwujud jika kurator dianggap sebagai profesi yang tidak satu kesatuan dengan peradilan.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Rencana Revisi Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Kepailitan (PKPU) memang tengah dibahas oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM bersama stakeholder. Beberapa poin terkait perubahan sudah dirangkum pada pertemuan yang dilakukan Kemkumham dan profesi kurator. Namun hingga ssaat ini, belum diketahui sejauh mana perkembangan pembahasan RUU Kepailitan tersebut.

 

Terkait revisi itu, kurator Jimmy Simanjuntak mempertanyakan apakah perubahan UU Kepailitan yang saat ini digagas oleh pemerintah dapat menjawab kegalauan dan kedilemaan yang selama ini terjadi di dalam praktik. Menurutnya, banyak pasal yang harus diubah dalam revisi terutama mengenai status kurator dalam menangani perkara di pengadilan niaga.

 

Status kurator yang dimaksud oleh Jimmy apakah posisi kurator ini berdiri sendiri atau merupakan kesatuan dari perangkat peradilan. “Sebagai contoh, kurator ini apa? Dia adalah satu profesi yang memang berdiri sendiri atau memang dia unity (kesatuan)?” kata Jimmy saat diwawancara hukumonline, Selasa (21/5).

 

Jika ingin berbicara dari konteks efektifitas dan efisiensi UU, lanjutnya, maka kurator seharusnya tidak dapat berdiri sendiri. Bagi Jimmy, kurator, hakim pengawas, dan pengadilan adalah satu bagian yang tidak bisa dilepaskan karena memiliki saling keterkaitan antara satu sama lain.

 

“Karena apa? Begitu ada gugatan yang akan dibatalkan, harus ke hakim pengawas, dan pengadilan harus bergerak cepat terhadap satu proses kepailitan,” tambahnya.

 

Efektifitas dan efisiensi tidak akan terwujud jika kurator dianggap sebagai profesi yang tidak satu kesatuan dengan peradilan. Meskipun terdapat ketentuan kewenangan yang dapat diatur oleh kurator, namun persoalannya terletak bagaimana cara menjalankan ketentuan kewenangan tersebut. Apalagi, hal itu belum diatur di dalam UU Kepalilitan saat ini.

 

Maka, dalam konteks ini pemerintah perlu memberikan satu kaitan yang menyatakan bahwa kurator adalah perangkat peradilan. Sehingga tidak ada satupun instansi seperti kejaksaan, atau balai lelang yang tidak menganggap fungsi kurator di dalam proses penyelesaian PKPU dan Peradilan. Situasi ini, katanya, menyebabkan adanya perbedaan pelaksanaan UU yang membuat proses penyelesaian pailit dan PKPU menjadi membingungkan dan tidak efisien.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait