Tantangan dan Prospek Wakaf Uang
Edsus Lebaran 2019

Tantangan dan Prospek Wakaf Uang

Prospek wakaf uang ke depan diyakini bakal positif dan lebih berkontribusi bagi umat Islam dan pertumbuhan ekonomi negara.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Perkembangan perekonomian suatu negara sering mengalami pasang surut. Saat ni salah instrumen keuangan yang bisa mempengaruhi ekonomi adalah Wakaf. Potensi komersial tertuang dalam UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf (UU Wakaf) karena filosofi wakaf itu sebenarnya pengelolaan aset produktif demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.

 

Definisi wakaf secara syariat, menahan benda sedekah yang pokok untuk diambil manfaat atau hasilnya bagi kepentingan masyarakat banyak. Potensi wakaf dalam perkembangannya tak melulu hanya harta tidak bergerak (tanah dan bangunan). Bahkan, wakaf dalam perkembangannya dapat dilakukan dengan menggunakan uang.

 

Definisi wakaf dalam UU Wakaf disebutkan, “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif – pihak yang mewakafkan harta bendanya - untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.”

 

Pengelola wakaf (nadzir) tidak diperbolehkan memanfaatkan uang wakaf secara langsung. Namun, yang dapat dimanfaatkan hasil dari pengelolaan wakaf tersebut. Wakaf bertujuan memberi manfaat harta yang diwakafkan yang pengelolaannya kepada orang yang berhak sesuai syariat Islam. Hal ini seperti tertuang dalam Pasal 5 UU Wakaf yang menyebutkan, “Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.”

 

Jika ditelusuri sejarah praktik wakaf dalam hukum Islam telah dilakukan sejak abad kedua hijriyah termasuk wakaf uang. Sejarah praktik wakaf uang telah ada sejak awal abad kedua hijriah. Amaliyah ini bersandarkan pada pendapat beberapa ulama kala itu. Sebut saja pendapat Imam Al-Zuhri -wafat 124 hijriah-. Imam Al-Zuhri memfatwakan bolehnya mewakafkan dinar dengan cara menjadikan terlebih dahulu dinar sebagai modal usaha.

 

Selanjutnya, keuntungannya disalurkan pada mauquf  a’laih (orang yang menerima wakaf). Kalangan ulama selain Al-Zuhri yakni, ulama mahzab Hanafi pun membolehkan mewakafkan uang dinar dan dirham. Begitu pula ulama yang bermahzab Al-Imam Syafi’i atau dikenal bernama Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i- pun memfatwakan tentang bolehnya mewakafkan dinar maupun dirham (uang).

 

Karena itu dalam perkembangannya, praktik wakaf tak hanya melulu harta benda yang tidak bergerak. Namun uang pun dapat diwakafkan dengan syarat dana wakaf uang dapat diinvestasikan dalam bentuk usaha. Namun, praktik wakaf uang di Indonesia masih tergolong baru dibandingkan dengan negara lain, seperti Arab Saudi dan Pakistan.

Tags:

Berita Terkait