Masalah Pajak dan Ketenagakerjaan Jadi Sorotan Pengusaha
Berita

Masalah Pajak dan Ketenagakerjaan Jadi Sorotan Pengusaha

Regulasi yang ada sekarang ini dinilai masih terkotak-kotak dan egosentris dari kementerian/lembaga.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Masalah Pajak dan Ketenagakerjaan Jadi Sorotan Pengusaha
Hukumonline

Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (13/6) lalu. Dalam pertemuan itu mereka mengemukakan dua permasalahan yang kerap dihadapi pengusaha saat ini.

 

Dua permasalahan itu adalah soal perpajakan dan ketenagakerjaan. Ketua Umum APINDO Haryadi B. Sukamdani mengemukakan, bahwa dalam kurun waktu terakhir ini, tren dari 10 tahun terakhir adalah yang masuk itu adalah lebih pada industri padat modal. 

 

Industri padat karyanya itu, menurut Haryadi, yang sangat-sangat berkurang banyak. Padahal, sambung Haryadi, rakyat Indonesia ini jumlahnya 265 juta orang, angkatan kerjanya lebih dari 130 juta.

 

“Ini yang tadi kami sampaikan, perlu kiranya pemerintah untuk melihat kembali Undang-Undang Ketenagakerjaan karena undang-undang ini selain sudah 15 kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi juga kenyataannya memang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kondisi saat ini,” kata Haryadi seperti dilansir situs Setkab.

 

Kalau melihat sekarang, lanjut Ketua Umum Apindo itu, justru pemain-pemain padat karya yang nilai ekspornya besar itu sudah beralih, yaitu ke Vietnam, Myanmar, Bangladesh, Srilangka, dan juga Kamboja, bahkan Laos sekarang sudah mulai bersiap-siap. Nah, sambung Haryadi, Indonesia tentunya jangan sampai berkonsentrasi ke padat modal tapi padat karyanya tidak ditangani dengan baik.

 

“Itu kira-kira tadi yang kita bahas inti utama, seperti itu,” ujar Haryadi.

 

Menurut Haryadi, Apindo dan Hippindo memberikan masukan yang bisa menjadi catatan sangat penting, terutama masalah regulasi. Kedua asosiasi ini menilai, regulasi yang ada sekarang ini masih terkotak-kotak, jadi egosentris dari kementerian/lembaga, termasuk tidak terkonsentrasinya misalnya contohnya adalah dana promosi.

 

(Baca Juga: Mayday 2019, Tiga Masukan Revisi PP Pengupahan)

 

“Dana promosi kita semua lembaga punya dan akhirnya sebetulnya tidak punya relevansinya. Sehingga pada saat kita akan melakukan promosi itu tidak maksimal,” terang Haryadi seraya menambahkan, Presiden bilang kalau dikumpulkan dana promosi itu ada Rp26 triliun. Ia juga menambahkan sebagaimana disampaikan Presiden bahwa dana riset yang juga tersebar padahal kalau dikumpulkan itu bisa mencapai Rp27 triliun.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait