Substansi RUU Pertanahan Masih Terbuka Masukan dari Masyarakat
Berita

Substansi RUU Pertanahan Masih Terbuka Masukan dari Masyarakat

Pembentuk UU tetap berharap agar RUU Pertanahan bisa disahkan sebelum keanggotaan DPR 2014-2019 berakhir. Sebab, sebenarnya RUU Pertanahan bukan kumpulan banyak UU, tetapi hanya melengkapi UU Pokok-Pokok Agraria.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Sejumlah narasumber dalam diskusi bertajuk 'Tarik Ulur RUU Pertanahan' di Komplek Gedung DPR, Selasa (23/7). Foto: RFQ
Sejumlah narasumber dalam diskusi bertajuk 'Tarik Ulur RUU Pertanahan' di Komplek Gedung DPR, Selasa (23/7). Foto: RFQ

Panitia Kerja (Panja) DPR bersama pemerintah masih terus membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan. Ada harapan RUU Pertanahan bakal disahkan sebelum berakhirnya keanggotaan DPR periode 2014-2019. Namun, sejumlah pasal masih menjadi sorotan masyarakat yang kemudian menjadi kendala bagi DPR untuk memboyong RUU Pertanahan ke tingkat paripurna.  

 

Ketua Panja RUU Pertanahan Herman Khaeron mengatakan RUU Pertanahan mulai dibahas sejak 2012 (Prolegnas 2009-2014). Lantaran tidak rampung, namun RUU Pertanahan ini kembali dibahas DPR periode 2014-2019 hingga penghujung masa bhakti (carry over). Herman khawatir bila pembahasan RUU ini tidak rampung bakal diulang kembali pembahasannya jika tidak ada pengaturan carry over.

 

“Tetapi marilah kita menyempurnakan untuk semua komponen masyarakat, memberikan masukan, pandangan, dan pendapatnya,” ujar Herman Khaeron dalam sebuah diskusi di Komplek Gedung Parlemen Jakarta, Selasa (24/7/2019) kemarin. Baca Juga: YLBHI Nilai RUU Pertanahan Tidak Layak Disahkan

 

Herman mengakui masih banyak pekerjaan Panja dalam menyelesaikan materi muatan RUU Pertanahan. Hal ini disebabkan perubahan cara pandang (paradigma) pembuatan RUU Pertanahan dan perubahan situasi dan kondisi sosial masyarakat. Demikian pula, paradigma di pemerintahan. Namun begitu, Herman menegaskan RUU Pertanahan tidak mengubah keberadaan UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria

 

“Kami konsisten tidak mengubah UU 5/1960, karena kami juga konsisten terhadap keadilan bidang pertanahan,” kata dia.

 

Dia menerangkan dalam rumusan RUU Pertanahan tetap meletakkan UU 5/1960 sebagai lex generalis (aturan umum). Sementara RUU Pertanahan nantinya menjadi UU yang bersifat lex spesialis (aturan khusus). Secara substansi ada tiga hal pokok pengaturan RUU Pertanahan ini. Pertama, tujuan dari RUU Pertanahan ini mengatur tentang rasa keadilan pertanahan bagi seluruh rakyat Indonesia termasuk dalam hal pemanfaatannya.

 

Kedua, mensinkronkan dengan peraturan perundang-undangan lain karena ada beberapa UU sektoral terkait dengan pertanahan dan sumber daya alam. Ketiga, memberi kepastian hukum bagi siapapun.

Tags:

Berita Terkait