YLKI Respons Positif Rencana Kenaikan Cukai Rokok
Berita

YLKI Respons Positif Rencana Kenaikan Cukai Rokok

Kenaikan ini untuk mengendalikan prevalensi rokok yang terus meningkat pada kelompok rentan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi. Foto: ylki.or.id
Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi. Foto: ylki.or.id

Pemerintah akan menaikkan cukai rokok dan harga rokok masing-masing sebesar 23 persen dan 35 persen pada 2020. Kebijakan ini diambil untuk mengendalikan konsumsi rokok nasional sekaligus meningkatkan penerimaan cukai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

 

Ketentuan tarif cukai rokok ini nantinya akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Tarif cukai rokok yang berlaku saat ini tercantum dalam PMK 156 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 146/PMK.010/2017 (PMK 146/2017) tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Pemerintah mengevaluasi setiap tahun tarif cukai rokok tersebut. Tarif cukai pada 2019 tidak terdapat kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, rata-rata per tahun kenaikan cukai rokok ini mencapai 10 persen. Dengan kata lain, kenaikan cukai rokok tahun ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata tersebut.

 

Menanggapi rencana kenaikan tersebut, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mendukung pemerintah agar menolak intervensi dan tekanan pelaku usaha. Menurutnya, kenaikan cukai ini akan berdampak luas terhadap pengurangan  prevalensi perokok di kalangan rentan terutama anak dan keluarga miskin. Sehingga, berdampak terhadap pengurangan kesenjangan keuangan yang signifikan antara pendapatan dari cukai rokok dan besaran beban ekonomi yang ditimbulkan dari konsumsi rokok.

 

Tulus mengatakan bahwa untuk menyelamatkan bisnis zat adiktifnya, industri rokok akan berupaya membuat produknya tetap terjangkau sehingga mudah bagi kalangan rentan untuk menginisiasi konsumsinya dan penjualan zat adiktif ini laris manis berjalan lancar.

 

(Baca: Semangat Pengendalian di Balik Kenaikan Cukai dan HJE Rokok)

 

“Industri ini hanya mengeruk keuntungan dari konsumennya, tidak peduli akibat kesehatan dan ekonomi yang terpuruk dari konsumen dan negara. Tidaklah mengherankan jika mendekati pengesahan PMK yang baru, industri rokok akan melobi habis‐habisan dan menekan pemerintah untuk tidak meningkatkan cukai dan harga rokok. Kalau pemerintah tunduk atas tekanan ini, harga yang akan dibayar adalah rusaknya masa depan generasi muda dan perekonomiannya. Ini saatnya pemerintah mendahulukan rakyat Indonesia bukan melulu memikirkan kepentingan industri rokok,” kata Tulus.

 

Hukumonline.com

 

Menurutnya, Indonesia merupakan pasar rokok yang paling menarik di dunia; dengan longgarnya peraturan dan hampir 8 juta perokok remaja serta lebih dari 60 juta perokok aktif dewasa, Indonesia adalah surga bagi industri rokok. Data Riskesdas mencatat kenaikkan konsumen rokok di usia anak di tahun 2018 meningkat menjadi 9.1% dari 7.3% di tahun 2013. Badan Kesehatan Dunia melaporkan bahwa rokok menyebabkan kematian dini bagi 217.000 konsumen per tahunnya, rokok adalah faktor utama penyakit kronis mematikan, yang sebetulnya amat sangat bisa dicegah.

 

Tulus melanjutkan semua negara yang memberlakukan cukai dan harga rokok yang tinggi sudah membuktikan bahwa ini merupakan kebijakan yang paling efektif untuk mengurangi keterjangkauannya dari kalangan rentan dan ini membantu para perokok dalam upayanya berhenti merokok.

Tags:

Berita Terkait