Menelisik Peran Akuntan Publik dalam Kasus Jiwasraya
Utama

Menelisik Peran Akuntan Publik dalam Kasus Jiwasraya

Akuntan publik dianggap tidak bertanggung jawab terhadap fraud yang dilakukan direksi.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

Kasus gagal bayar polis nasabah yang mengarah pada korupsi PT Asuransi Jiwasraya dinilai melibatkan banyak pihak termasuk akuntan publik. Auditor dianggap tidak mampu atau mengungkap kondisi sebenarnya pada Jiwasraya. Terlebih lagi, laporan keuangan teraudit yang dipublikasikan Jiwasraya ternyata telah dimanipulasi atau window dressing sehingga perusahaan terlihat sehat.

Menanggapi kondisi ini, Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Tarkosunaryo meyakini tidak terdapat keterlibatan akuntan publik dalam kasus Jiwasraya. Menurutnya, akuntan publik yang mengaudit perusahaan tersebut telah bertindak sesuai standar. Dalam laporan keuangan Jiwasraya 2017, misalnya, akuntan publik telah memberikan pendapat "opini dengan modifikasi".

Opini tersebut mencakup salah satu dari tiga jenis opini auditor yaitu opini wajar dengan mengecualian, opini tidak wajar dan opini tanpa memberikan pendapat. "Opini ini disebabkan karena tidak sesuainya material laporan keuangan dengan standar akuntansi atau karena auditor kekurangan memperoleh bukti karena berbagai sebab sehingga tidak cukup untuk memberikan opini wajar tanpa pengecualian," jelas Tarko, Senin (13/1).

Laporan keuangan Jiwasraya 2017 dipilih Tarko karena periode tersebut terdapat temuan dari akuntan publik yang menyatakan terdapat kekurangan cadangan teknis sebesar Rp 7 triliun. Sehingga, auditor menilai laporan keuangan Jiwasraya yang disusun perusahaan dan diumumkan direksi terdapat keuntungan Rp 360 miliar tidak tepat. Pernyataan auditor tersebut juga sesuai dengan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

"Berdasarkan UU Perseroan Terbatas bahwa laporan keuangan yang disusun sesuai standar akuntasi keuangan berlaku, sepenuhnya merupakan tanggung jawab dari direksi (Jiwasraya) dengan pengawasan dewan komisaris. Setelah disetujui direksi dan dewan komisaris lalu diaudit akuntan publik kemudian disahkan di RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)," tambahnya.

Tarko menilai audit yang dilakukan akuntan publik tidak bertujuan semata-mata menemukan kecurangan, ketidakpatuhan atau menilai efektivitas pengendalian internal. Sehingga, sangat mungkin kecurangan atau fraud yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan tidak terdeteksi auditor. Dengan demikian, Tarko menilai apabila terdapat fraud maka menjadi tanggung jawab direksi dengan pengawasan dewan komisaris.

"Sedangkan tanggung jawab auditor eksternal sebatas pada melaksanakan audit atas laporan keuangan sesuai standar audit berlaku," jelasnya.

Tags:

Berita Terkait