Kenapa Start Up Indonesia Beramai-ramai Pindah ke Singapura?
Kolom

Kenapa Start Up Indonesia Beramai-ramai Pindah ke Singapura?

Kemudahaan akses pada modal menjadi salah satu pertimbangan penting bagi investor.

Bacaan 2 Menit
Ahmad Fikri Assegaf. Foto: RES
Ahmad Fikri Assegaf. Foto: RES

Banyak sekali start up Indonesia, baik yang masih kecil maupun yang sudah besar, memilih untuk memarkir saham pendirinya di Singapura. Pilihan ini sering dianggap sikap tidak nasionalis sehingga perusahaan dan nilai yang diciptakan melaluinya tidak lagi dianggap sebagai karya anak bangsa asli.

 

Penulis tidak ingin membahas mengenai asal usul label tidak nasionalis kepada perusahaan yang memiliki induk perusahaan di luar negeri. Tulisan singkat ini hanya akan mencoba menjawab KENAPA banyak start up memutuskan untuk membuat induk perusahaan di luar negeri khususnya Singapura.

 

Syarat Perusahaan Induk Luar Negeri

Penulis kebetulan pernah membantu beberapa start up dalam memproses pendanaan perusahaannya oleh venture capital (VC) atau investor lainnya dari luar negeri. Biasanya setelah investor secara prinsip sudah menyetujui rencana investasi, mereka akan mengeluarkan term sheet yang merupakan versi ringkas dari ketentuan investasi yang mereka inginkan.

 

Salah satu ketentuan penting dalam terms sheet ini adalah bagaimana investasi akan mereka lakukan. Baik dari segi instrumen yang dikehendaki maupun struktur perusahaan yang diharapkan. Dalam kaitan dengan struktur perusahaan, dapat dikatakan delapan dari sepuluh VC menginginkan agar start up yang hampir seluruhnya berbentuk PT Indonesia itu, membentuk perusahaan induk di Singapura.

 

Caranya? Founders (pendiri) start up yang bersangkutan diminta mendirikan perusahaan di Singapura, dan perusahaan Singapura tersebut kemudian membeli seluruh saham milik founders start up. Hasilnya, perusahaan start up yang sebelumnya perusahaan milik warga negera Indonesia 100% berubah menjadi perusahaan PMA milik perusahaan di Singapura.   

 

Pendiri Start Up Senang Pindah ke Luar Negeri?

Berkaca dari pengalaman Penulis, tidak ada founder start up yang senang memindahkan sahamnya ke perusahaan Singapura. Alasannya, transaksi tersebut cukup mahal. Biaya pendirian dan lain-lain sekitar $5,000-10,000. Di samping itu ada biaya tahunan yang juga lumayan besar. Semua biaya tersebut harus ditanggung oleh founder.

 

Alasan lainnya, saham atas perusahaan yang mereka dirikan dan bangun dengan perjuangan dan doa harus berpindah ke yurisdiksi lain yang jauh dan asing bagi mereka. Tentu boleh kita bertanya, kalau tidak senang pindah ke luar negeri, kenapa lantas mau membentuk perusahaan induk di Singapura?

Tags:

Berita Terkait