Melihat Risiko Pelanggaran Persaingan Usaha di Sektor E-Commerce
Utama

Melihat Risiko Pelanggaran Persaingan Usaha di Sektor E-Commerce

Tingginya aktivitas perdagangan online berbanding dengan sengitnya kompetisi antar pelaku usaha. Persaingan usaha yang sehat dapat memunculkan kekuatan ekonomi. Sebaliknya, persaingan usaha tidak sehat akan berdampak buruk bagi ekonomi.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Perkembangan industri belanja online atau e-commerce yang terus meningkat makin berperan besar bagi perekonomian nasional saat ini. Lihat saja, saat terjadi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada pandemi Covid-19, perekonomian terbantu melalui kegiatan jual beli masyarakat melalui belanja online. Industri e-commerce memiliki potensi sangat besar untuk terus tumbuh mengingat pangsa pasar nasional masih sangat terbuka lebar.

Semakin menggeliatnya industri e-commerce tersebut tentunya memunculkan persaingan antara pelaku usaha seperti penjual dan pemilik layanan atau platform e-commerce. Kondisi ini merupakan hal positif saat persaingan usaha terjadi secara sehat. Namun, sebaliknya akan berdampak buruk saat kompetisi tersebut dilakukan secara curang sehingga merugikan pelaku usaha lain bahkan menghancurkan perekonomian nasional.

Ketua Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kurnia Toha, menjelaskan secara umum persaingan usaha pada industri e-commerce masih dalam kondisi sehat. Namun, dia mengingatkan agar pelaku usaha tidak melanggar aturan persaingan usaha dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dia menjelaskan sektor-sektor industri yang justru berkembang saat Covid-19 seperti e-commerce masih terdapat risiko pelanggaran persaingan usaha seperti penetapan harga tidak wajar, kerja sama antar pesaing dan transaksi merger dan akuisisi. (Baca: Menyoal Tanggung Jawab Hukum Marketplace Saat Belanja Online Jadi Pilihan)

Kurnia menjelaskan terdapat 10 perjanjian terlarang bagi pelaku usaha seperti penetapan harga, oligopoli, oligopsoni, kartel, perjanjian tertutup, pemboikotan, perjanjian dengan pihak luar negeri yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat, integrasi vertikal, pembagian wilayah dan trust. Praktik-praktik persaingan usaha yang dilarang tercantum pada pasal 5-29 UU 5/1999.

Selain, praktik-praktik terlarang tersebut, Kurnia menambahkan soal kewajiban pelaporan merger dan akuisisi kepada KPPU. Sehingga, dia menambahkan penting bagi pelaku usaha mengenal aturan main mengenai persaingan usaha. Sebab, terdapat sanksi denda bagi pelaku usaha yang terbukti bersalah saat melakukan praktik persaingan usaha tidak sehat.

Meski demikian, Kurnia mengatakan masih ada ruang terhadap pelaku usaha terhindar dari sanksi saat kegiatan usahanya menjalankan perundang-undangan serta demi kepentingan umum. “Kalau perbuatan apapun asal untuk jaga kepentingan umum maka KPPU tidak ambil tindakan apapun,” jelas Kurnia dalam Webinar “Meneropong Persaingan Usaha Sektor E-Commerce di Tengah Pandemi Covid-19”, Jumat (3/7).

Tags:

Berita Terkait