KSPI-KSPSI ‘Gugat’ Klaster Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
Berita

KSPI-KSPSI ‘Gugat’ Klaster Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja

Permohonan ini resmi didaftarkan pada saat hari yang sama dengan pengundangan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ada pasal di klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja yang mengabaikan putusan MK.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit
Gedung MK. Foto. RES
Gedung MK. Foto. RES

Dua organisasi serikat buruh terbesar yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI pimpinan Andi Gani) resmi mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK).  

Permohonan tertanggal 2 November 2020 itu memohon pengujian Pasal 81, 82 dan 83 UU Cipta Kerja yang mengubah, menghapus, dan menyisipkan pasal baru dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN; dan UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS. (Baca Juga: Sejumlah Substansi UU Cipta Kerja yang Dinilai Rugikan Buruh)

Pemohon menilai Pasal 81 UU Cipta Kerja yang mengubah, menghapus, dan menambahkan pasal baru dalam UU Ketenagakerjaan yang bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 ayat (1) dan (2), Pasal 28I ayat (4) UUD Tahun 1945. Misalnya, Pasal 81 angka 4 UU Cipta Kerja mengubah Pasal 42 UU Ketenagakerjaan yang antara lain menghapus izin tertulis dari Menteri dan menggantinya dengan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) yang disahkan pemerintah pusat.

Perubahan Pasal 42 UU Ketenagakerjaan itu dinilai akan memudahkan masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia, sehingga memperkecil peluang lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja lokal (pekerja Indonesia). Ketentuan ini dinilai melanggar hak warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Hal ini melanggar hak pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana dijamin Pasal 27 ayat (2), 28D ayat (1) dan (2) UUD Tahun 1945,” demikian bunyi kutipan berkas permohonan pengujian Presiden KSPI Said Iqbal dkk, yang diunggah di laman www.mkri.go.id

Pasal 81 UU Cipta Kerja mengubah Pasal 56 UU Ketenagakerjaan. Perubahan ini mengakibatkan ketentuan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) ditentukan berdasarkan perjanjian kerja (kesepakatan). Sebelumnya, Pasal 59 ayat (4) UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama 2 tahun dan diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun. Bagi para pemohon, perubahan ketentuan ini berpotensi membuat buruh bisa selamanya berstatus PKWT.

UU Cipta Kerja menghapus Pasal 64 dan 65 UU Ketenagakerjaan terkait syarat dan batasan jenis pekerjaan di perusahaan alih daya (outsourcing). Hal ini membuat buruh outsourcing semakin rentan karena tidak mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum. Pasal 64 UU Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum adanya perjanjian secara tertulis antara perusahaan outsourcing dengan pekerja untuk menjamin agar pekerja mendapat imbalan, perlakuan yang adil, dan layak dalam hubungan kerja.

Tags:

Berita Terkait