Perma 5/2020, Upaya Menjaga Kewibawaan Peradilan
Kolom

Perma 5/2020, Upaya Menjaga Kewibawaan Peradilan

Mewujudkan kewibawaan pengadilan dapat membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan sebagai hilir terakhir penegakan hukum.  

Bacaan 7 Menit
Bagus Sujatmiko. Foto: Istimewa
Bagus Sujatmiko. Foto: Istimewa

Kita tentu masih ingat dengan kejadian pemukulan Hakim oleh oknum advokat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang sempat viral pada Juli 2019 lalu. Sejak itu wacana untuk mengamankan Hakim terus berkembang. Namun, apakah peristiwa seperti ini baru kali ini saja terjadi? Apakah Mahkamah Agung harus mengeluarkan satu peraturan khusus untuk merespon?

Kejadian serupa sebenarnya sudah berulang kali dialami oleh Mahkamah Agung, seperti pada 21 September 2005 peristiwa penusukan Hakim Ahmad Taufiq, yang terjadi di ruang sidang Pengadilan Agama Sidoarjo. Peristiwa ini terjadi karena Kolonel M. Irfan Juroni sebagai Penggugat tidak terima dengan putusan yang dijatuhkan pada pekara pembagian harta gono gini dengan mantan istrinya. Akibat kejadian ini Hakim pemeriksa perkara yakni Ahmad Taufiq meninggal dunia.

Kemudian kasus lain yang membahayakan Hakim juga terjadi pada 15 November 2003 di Pengadilan Negeri Larantuka, massa yang tidak terima dengan putusan pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim, akhirnya membuat kericuhan hingga mengakibatkan terbakarnya gedung kantor Pengadilan Negeri Larantuka.

Kasus-kasus seperti penyerangan terhadap Hakim maupun lembaga peradilan bukan suatu hal yang tidak bisa diperkirakan, sebab karakteristik pekerjaannya memang langsung bersinggungan dengan hal-hal sensitif yang dapat menimbulkan bahaya. Jika kita bandingkan dengan tugas tokoh superhero di film budaya pop saat ini, seperti Batman atau Superman, tidak jauh bedanya dengan pekerjaan Hakim (lembaga peradilan) di kehidupan nyata, yakni menumpas kejahatan dan menegakan keadilan.

Pekerjaan ini adalah tugas yang berbahaya, sebab orang-orang yang menjadi penjahat umumnya melakukan segala upaya agar dirinya tidak dihukum, tidak jarang cara yang ia tempuh adalah mengancam keamanan pribadi dan/atau keluarga aparatur peradilan.

Perlakuan-perlakuan seperti ini tentu telah merong-rong wibawa lembaga peradilan, yang apabila dibiarkan dapat berdampak buruk pada kepercayaan masyarakat pada proses penegakan hukum. Untuk itu Mahkamah Agung kemudian mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan Dan Keamanan Dalam Lingkungan Pengadilan (Perma 5/2020), sebagai upaya menjaga wibawa peradilan.

Apa pentingnya menjaga wibawa peradilan?

Di dalam huruf a konsideran Perma 5/2020 disebutkan salah satu alasan dikeluarkannya peraturan ini adalah menjaga kewibawaan peradilan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “wibawa” memiliki arti dihormati orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik.

Tags:

Berita Terkait