Batasi Ambil Foto-Rekam Persidangan Dinilai Tak Sejalan UU Pers
Berita

Batasi Ambil Foto-Rekam Persidangan Dinilai Tak Sejalan UU Pers

AJI Indonesia meminta MA agar tidak terus membuat aturan yang dapat membatasi kerja-kerja jurnalis yang sama saja menghambat kebebasan pers.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Suasana sidang perkara korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Suasana sidang perkara korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Melalui Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan, ada keharusan pengambilan foto, rekaman audio atau rekaman audio visual izin Hakim/Ketua Majelis Hakim sebelum persidangan. Beleid ini menuai kritik dari sejumlah kalangan karena dianggap bertentangan dengan fungsi pers dalam mencari dan menyiarkan informasi kepada publik.

Pasal 4 ayat (6) Perma 5/2020 menyebutkan, “Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin Hakim/Ketua Majelis Hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya Persidangan”. Rumusan norma Pasal 4 ayat (6) Perma ini bentuk pelanggaran yang dikualifikasikan sebagai penghinaan terhadap pengadilan sebagaimana disebutkan Pasal 7 Perma 5/2020 ini.  

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia satu dari sekian organisasi pewarta yang meneriakan ketidaksetujuannya dengan aturan ini. Ketua Umum AJI Indonesia, Abdul Manan menilai rumusan Pasal 4 ayat (6) Perma 5/2020 sama dengan Surat Edaran No. 2 tahun 2020 Tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan pada 7 Februari 2020 lalu. Surat Edaran MA ini mencantumkan ancaman pemidanaan bagi setiap orang yang melanggar tata tertib menghadiri persidangan. Kemudian, ketentuan ini dicabut MA setelah mendapat protes dari berbagai kalangan.

“Perma 5/2020 yang memasukan lagi ketentuan yang sudah pernah dipersoalkan sebelumnya. AJI Indonesia meminta agar MA mencabut ketentuan Pasal 4 ayat (6) Perma ini. Sebab, larangan kegiatan mengambil gambar, merekam audio dan visual tidak sejalan dengan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata Abdul Manan dalam keterangannya, Selasa (22/12/2020). (Baca Juga: Melihat Pedoman Protokol dan Pengamanan Persidangan)   

UU Pers menjamin kerja-kerja jurnalis dalam mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi. Melalui rumusan norma Pasal 4 ayat (6) Permas 5/2020 justru menghambat dan membatasi jurnalis dalam melakukan kegiatan jurnalistik di ruang sidang. Apalagi persidangan yang menarik perhatian publik.

Untuk itu, AJI Indonesia meminta MA agar tidak terus membuat aturan yang dapat membatasi kerja-kerja jurnalis yang sama saja menghambat kebebasan pers. “Hak untuk mendapatkan informasi itu ditetapkan oleh regulasi yang derajatnya lebih tinggi dari Peraturan MA yaitu Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,” tegasnya.

Koalisi Pemantau Peradilan yang terdiri IJRS, ICJR, YLBHI, ELSAM, PBHI, LBH Masyarakat, PIL-Net, ICEL, memandang bila aturan ini diterapkan, MA harus menjamin tiap pengadilan berkewajiban mengeluarkan materi terkait persidangan yang sedang berlangsung. Mulai dalam bentuk foto, gambar, audio, dan rekaman visual lainnya yang dapat diakses masyarakat secara bebas dan aktual.

Tags:

Berita Terkait