Catatan 2020 LBH Pers: Kekerasan Jurnalis Meningkat Hingga Ancaman Kebebasan Berekspresi
Utama

Catatan 2020 LBH Pers: Kekerasan Jurnalis Meningkat Hingga Ancaman Kebebasan Berekspresi

LBH Pers menerima 55 pengaduan sepanjang tahun 2020. Kasus paling banyak terkait ketenagakerjaan 34 pengaduan, pidana 16 kasus, dan sengketa pers 1 kasus. Laporan LBH Pers ini dinilai konsisten dengan laporan organisasi lain yang menyoroti demokrasi dan HAM di Indonesia tahun 2020.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Penanganan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja yang dinilai sarat pelanggaran hukum dan HAM, Kamis (8/10/2020) lalu. Foto: RES
Penanganan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja yang dinilai sarat pelanggaran hukum dan HAM, Kamis (8/10/2020) lalu. Foto: RES

Peran pers dalam negara demokrasi sangatlah penting, bahkan insan pers kerap disebut sebagai pilar keempat demokrasi. Tapi selama ini posisi jurnalis sebagai profesi yang penting dalam industri pers kurang mendapat perhatian dan sering mendapat kekerasan saat menjalakan tugas profesinya.

Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin, mengatakan selama tahun 2020 organisasinya menerima 55 pengaduan. Dari puluhan pengaduan itu, paling banyak terkait ketenagakerjaan 34 pengaduan; pidana 16 kasus; dan sengketa pers 1 kasus. Mengenai kebebasan pers, tercatat ada 117 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis di tahun 2020.

“Dibandingkan tahun 2019 sebanyak 79 kasus, kasus kekerasan yang menimpa jurnalis tahun 2020 naik signifikan mencapai 32 persen. Ini jumlah kekerasan paling banyak yang menimpa jurnalis setelah reformasi,” kata Ade Wahyudin dalam diskusi secara daring bertema Annual Report LBH Pers 2020, Selasa (12/1/2020). (Baca Juga: Koalisi Kecam Aksi Brutal Aparat dalam Aksi Nasional Tolak UU Cipta Kerja)

Pelaku kekerasan antara lain dilakukan oleh polisi sebanyak 76 kasus; TNI sebanyak 2 kasus; kepala daerah 4 kasus; pengusaha sebanyak 4 kasus; dan massa 5 kasus. Kekerasan terhadap jurnalis paling banyak terjadi di Jakarta 29 kasus dan Jawa Timur 25 kasus. Bentuk kekerasan yang dialami jurnalis berupa intimidasi/kekerasan verbal 51 kasus; penganiayaan 24 kasus; perampasan/pengrusakan 23 kasus; pemaksaan/penghapusan 22 kasus; dan penangkapan 19 kasus.

“Tahun 2019 terjadi kekerasan terhadap jurnalis, tapi tidak ada penangkapan. Tahun 2020 selain mengalami kekerasan, jurnalis juga ditangkap. Aparat harusnya paham jurnalis itu ada di lokasi untuk bekerja (meliput, red) dan dilindungi UU Pers,” ujarnya.

Selain itu, jurnalis mengalami serangan digital berupa doxing 7 kasus; peretasan 5 kasus; dan ancaman 2 kasus. Jurnalis mengalami kekerasan pada saat meliput demonstrasi menolak omnibus law ada 71 kasus, dan meliput isu tentang Covid-19 sebanyak 11 kasus. Selain rentan mengalami kekerasan, jurnalis yang meliput demonstrasi rawan mengalami kecelakaan kerja. Tercatat selama tahun 2020 ada 4 kasus jurnalis terkena semprotan water canon; 2 terkena gas air mata; lemparan batu dan ketapel masing-masing 1 kasus.

Sejak April 2020, LBH Jakarta bersama AJI Jakarta membentuk posko ketenagakerjaan. Periode April-Desember 2020 posko menerima 150 pengaduan. Kasus yang paling banyak diadukan terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) 48 kasus; pemotongan/penundaan upah 42 kasus; dirumahkan 40 kasus; dan mutasi/demosi 6 kasus.

Tags:

Berita Terkait