Dukungan Internasional Sangat Dibutuhkan Selesaikan Konflik Myanmar
Berita

Dukungan Internasional Sangat Dibutuhkan Selesaikan Konflik Myanmar

Jika situasi terus memburuk maka dikhawatirkan konflik akan bereskalasi menjadi civil war dan Myanmar beresiko menjadi negara gagal atau “failed state”.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Webinar Hukumonline ‘Kondisi Terkini Serta Menanti Peran RI dan ASEAN dalam Penyelesaian Krisis Myanmar’, Jumat (9/4). Foto: RES
Webinar Hukumonline ‘Kondisi Terkini Serta Menanti Peran RI dan ASEAN dalam Penyelesaian Krisis Myanmar’, Jumat (9/4). Foto: RES

Kudeta militer Myanmar terhadap pemerintahan yang terpilih secara demokratis menjadi perhatian internasional. Gelombang protes masyarakat Myanmar terhadap junta militer dibalas dengan tindakan represif sehingga menimbulkan korban jiwa lebih dari seratus orang. Banyak warga yang ditangkap.

Sejumlah negara dan organisasi internasional sudah mengeluarkan kecaman dan pernyataan tegas mengutuk tindakan junta. Dukungan masyarakat internasional, terutama ASEAN, diyakini sangat berperan menyelesaikan konflik yang terjadi di Myanmar.

Dalam webinar Hukumonline “Kondisi Terkini Serta Menanti Peran RI dan ASEAN dalam Penyelesaian Krisis Myanmar”, Jumat (9/4), Direktur Eksekutif Amnest Internasional Indonesia, Usman Hamid menjelaskan berbagai negara telah merespons konflik Myanmar dengan berbagai kebijakan. Dia mencontohkan Amerika Serikat mengeluarkan sanksi finansial terhadap petinggi militer Myanmar, serta membekukan 1 miliar dolar AS aset milik Tatmadaw, Angkatan Bersenjata Myanmar. Adapun Kanada, Selandia Baru, dan Inggris menjatuhkan sanksi dan travel ban terhadap petinggi militer.

Uni Eropa juga telah memberlakukan embargo senjata sejak 2018. Saat ini UE merencanakan sanksi ekonomi terhadap entitas ekonomi yang terkait dengan Tatmadaw, setelah membekukan aset dan melakukan travel ban. UN Human Rights Council mengeluarkan resolusi meminta Tatmadaw mengakhiri kekerasan dan perusahaan yang berhubungan dengan military-owned companies untuk mengakhiri hubungan bisnis.

Usman mengatakan Dewan Keamanan PBB belum mengeluarkan sanksi tegas terhadap militer Myanmar karena China dan Rusia terus memblokir langkah untuk memberlakukan arms embargo, targeted financial sanctions, atau sanksi lainnya. Posisi India dan Vietnam (non-permanent members) yang sejalan dengan China dan Rusia menghalangi DK PBB unk bersikap tegas dalam menyikapi kudeta dan pelanggaran HAM di Myanmar.

Indonesia sendiri sejak awal sudah meminta Tatmadaw menghentikan kekerasan, membebaskan tahanan politik, dan memprioritaskan keselamatan rakyat Myanmar. Indonesia telah melakukan shuttle diplomacy, termasuk bertemu dengan Myanmar's military-appointed FM, Wunna Maung Lwin di Thailand, dan menekankan constructive engagement untuk mendorong dialog penyelesaian konflik di Myanmar.

ASEAN telah menyatakan kesediaan untuk membantu Myanmar, namun belum memperlihatkan posisi yang bersatu dan tegas terhadap kudeta militer atau pelanggaran HAM di Myanmar, dinilai karena negara anggota tidak satu suara. Indonesia, Malaysia, Singapore dan Filipina termasuk yang paling vokal dan mendorong upaya untuk menyelesaikan konflik secara damai. Thailand, Vietnam, dan Laos memberi sinyal yang mendukung Tatmadaw, dengan hadirnya representatif mereka dalam peringatan Myanmar Armed Forces Day di Naypyidaw pada 27 Maret.

Tags:

Berita Terkait