MA Dukung Aturan yang Memperjelas Sanksi Bagi Pejabat TUN
Berita

MA Dukung Aturan yang Memperjelas Sanksi Bagi Pejabat TUN

Langkah pemerintah membentuk RUU tentang Administrasi Pemerintahan disambut baik oleh pihak Mahkamah Agung (MA). Kalangan MA berharap undang-undang tersebut dapat mengatur sanksi yang lebih tegas bagi pejabat yang tidak melaksanakan isi putusan Pangadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Amr
Bacaan 2 Menit
MA Dukung Aturan yang Memperjelas Sanksi Bagi Pejabat TUN
Hukumonline

Namun, di sisi lain Paulus melihat bahwa demikian luasnya lingkup RUU Administrasi Pemerintahan dapat berakibat pada tumpang tindih yurisdiksi pengadilan yang akan memeriksa sengketa TUN kelak. Menurutnya, dengan konstelasi yang demikian maka suatu sengketa TUN dapat memasuki wilayah pengadilan perdata selain PTUN.

Revolusioner

Ketua tim penyusun RUU Administrasi Pemerintan Safri Nugraha mengatakan bahwa masalah sanksi memang masih menjadi perdebatan diantara penyusun RUU. Safri yang juga pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengatakan bahwa khusus soal sanksi pidana kemungkinan RUU tersebut akan mencantumkannya seperti yang diterapkan di negara lain seperti Belanda.

Soal lingkup RUU yang sangat luas, Safri menjelaskan bahwa hal tersebut sengaja dirumuskan demi membuka peluang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menggugat ke pejabat pemerintah. Belum ada undang-undang seperti ini sejak Indonesia merdeka. Ini merupakan undang-undang yang sifatnya revolusioner! cetusnya kepada hukumonline.

Di dalam seminar tersebut juga didiskusikan masalah lainnya terkait RUU Administrasi Pemerintahan yaitu perbandingan dengan undang-undang yang sama di Jerman. Hadir pula sebagai narasumber acara tersebut yaitu hakim Mahkamah Konstitusi Jerman Siegfried Bross yang memaparkan secara panjang lebar dan juga menjawab berbagai pertanyaan seputar undang-undang sejenis di negaranya.

Sanksi bagi pejabat tata usaha negara (TUN) menjadi salah satu masalah yang diperdebatkan dalam seminar Tinjauan Umum atas RUU Administrasi Pemerintahan yang diselenggarakan Kantor Kementerian Pendayaguanaan Aparatur Negara, pada Selasa (5/4). Di dalam RUU Administrasi Pemerintahan diatur tiga macam sanksi bagi pejabat pemerintah yaitu administratif, perdata, dan pidana.

Ketua Muda lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara MA Prof. Paulus Effendi Lotulung menyatakan menyambut baik adanya pengaturan yang tegas soal sanksi bagi pejabat TUN di dalam RUU Administrasi Pemerintahan. Menurutnya, aturan yang jelas dan tegas mengenai sanksi bagi pejabat yang melakukan pelanggaran akan memudahkan para hakim di lapangan dalam melaksanakan undang-undang tersebut.

Paulus kemudian membandingkan dengan aturan soal sanksi administratif, uang paksa, dan pengumuman yang diatur dalam UU No.9/2004 tentang PTUN yang ia nilai menyusahkan para hakim. Pasalnya, undang-undang tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai bagaimana hakim menetapkan sanksi-sanksi tersebut.

Saya malah kasihan pada hakim-hakim di lapangan yang dituntut oleh para pencari keadilan yang minta dwangsom (uang paksa, red), sanksi administrasi karena sudah diatur dalam undang-undang. Hakim hanya bisa menjawab, dengan perangkat mana saya akan jatuhkan sanksi administratif atau dwangsom? ujar Paulus yang menjadi salah satu narasumber dalam seminar itu.

Selain itu, Paulus juga menyoroti soal cakupan RUU Administrasi Pemerintahan yang ia anggap sangat luas. Dijelaskan Paulus, lingkup RUU tersebut tak sekadar meliputi keputusan TUN, tapi juga peraturan yang dikeluaran pejabat TUN, perbuatan, rencana, serta perjanjian administrasi yang dibuat oleh pejabat TUN.

Halaman Selanjutnya:
Tags: