Pemeriksaan Atas 11 Kontraktor PSC Diharapkan Selesai Februari 2007
Berita

Pemeriksaan Atas 11 Kontraktor PSC Diharapkan Selesai Februari 2007

Anggota BPK Baharuddin Aritonang mengungkapkan bahwa hasil pemeriksaan BPK atas 11 Kontraktor Production Sharing Contract masih berlangsung. Diharapkan pemeriksaan selesai pada Maret 2007....

Tif/Lut
Bacaan 2 Menit
Pemeriksaan Atas 11 Kontraktor PSC Diharapkan Selesai Februari 2007
Hukumonline

 

Tujuan pemeriksaan 11 Kontraktor PSC tersebut adalah untuk menilai kewajaran lifting dan cost recovery, kewajaran perhitungan bagi hasil dan variabel perhitungan yang meliputi First Trance Petroleum (FTP), Domestic Market Obligation (DMO) dan Investment Credit, serta kebenaran penerimaan minyak dan gas bagian Pemerintah. Sedangkan pemeriksaan atas lima kontraktor menitikberatkan pada kewajaran lifting dan cost recovery  tahun 2004 dan 2005 (Semester I).

 

Temuan yang didapat BPK dari pemeriksaan tersebut antara lain adanya pembebanan interest recovery oleh Kontraktor PT CPI sebesar AS$4,965.72 ribu. COPI-Grissik sebesar AS$170,425.47 ribu dan PIJL sebesar AS$23,984.96 ribu. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PSC.

 

BPK juga menemukan adanya Authorization for Expenditures (AFE) yang belum disetujui BPMIGAS, namun telah dibebankan sebagai cost recovery. AFE-AFE tersebut antara lain AFE untuk Side Track dan Completion di PIJL, AFE atas aset Suban Phase I dan Sumpal di COPI Grissik dan overrun AFE di PT CPI.

 

Selanjutnya, ditemukan beberapa kontrak pengadaan, kontrak kerjasama di antara kontraktor PSC maupun kontrak dengan pihak ketiga yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. Kontrak-kontrak tersebut terutama kontrak GSEA antara COPI dengan PT CPI senilai AS$5,467.09 ribu, kontrak penyediaan listrik antara BOB Pertamina Hulu-PT CPI dengan PT MCTN sebesar AS$20,040.41 ribu, kontrak penyediaan listrik antara PT CPI dengan PT MCTN sebesar AS$210,000.00 ribu (sampai akhir 2005) dan AS$1.233,319.10 ribu (masa kontrak selama 2006 - 2021), dan perjanjian PTEA pertukaran minyak Duri dengan gas antara PT CPI dengan COPI Grissik sebesar AS$4,217.88 ribu.

 

Selain itu, terdapat beberapa proyek yang tidak memberikan manfaat bagi kegiatan operasional kontraktor seperti Proyek Modifikasi Stasiun Pengumpul senilai AS$33,979.92 ribu dan Proyek Pembangunan Waste Gas Disposal System Facilities senilai AS$5,036.57 ribu di PT CPI.

 

BPK menemukan adanya alokasi pembiayaan yang tidak memiliki dasar hukum dan menimbulkan kerugian negara karena porsi pendapatan dari equity to be split operasi gas untuk negara mengalami penurunan. Antara lain pembebanan investment credit untuk operasi gas di COPI Grissik antara 2001 – 2004sebesar AS$ 379,517.10 ribu. Selanjutnya, First Trance Petroleum operasi gas COPI Grissik untuk tahun 1997 – 1999 dan 2001 – 2004 sebesar AS$442,199.69 ribu.

 

Lebih lanjut, BPK menemukan biaya yang tidak seharusnya menjadi beban Pemerintah, yaitu Proyek Polytechnic Caltex di PT CPI, tunjangan dependent school cost di PT CPI, sumbangan pada international school di PT CPI, biaya community development dan community relationship di PT CPI, bantuan khusus kepada karyawan di PT Medco E&P Indonesia dan sumbangan kepada korban gempa tsunami di PT Medco E&P.

 

BPK menilai pengendalian BPMIGAS terhadap kontraktor PSC lemah sehingga terjadi pembebanan biaya yang tidak sesuai dengan ketentuan PSC, pelampauan nilai yang telah dianggarkan (overrun AFE), pembebanan biaya pada cost recovery meskipun belum mendapat persetujuan BPMIGAS dan pembebanan biaya kantor pusat yang tidak dapat diyakini kewajarannya.

 

Kaji Ulang

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa Depkeu akan mengkaji ulang mekanisme perhitungan dan jenis biaya eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas atau yang dibebankan KKKS. Langkah itu dilakukan karena pemerintah menduga ada pengeluaran KKKS yang dihitung sebagai cost recovery, padahal itu tak perlu, sehingga ada potensi penerimaan negara yang tak terealisasi.

 

Langkah ini untuk menangkap indikasi bahwa penggelembungan pada biaya aktivitas migas ke dalam cost recovery, tidak lepas dari lemahnya pengawasan terhadap Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas). Seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan kontraktor, semuanya dilakukan oleh BP Migas.

 

Sejak Undang-undang Migas berlaku, pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan badan usaha di hulu migas dilakukan oleh BP Migas. Kontrak kerja sama juga dilakukan oleh perusahaan migas dengan BP Migas.

 

Aturan cost recovery diatur secara khusus dalam setiap kontrak dengan KKKS. Cost recovery mencakup pengeluaran kapital maupun non kapital yang terkait eksplorasi dan produksi.

 

Menurut Menkeu, sudah menjadi pengetahuan masyarakat umum bahwa cost recovery merupakan keranjang penampung berbagai klaim biaya dari perusahaan KKKS yang sebenarnya tidak layak diklaim kepada pemerintah. Cost recovery dinilai menampung berbagai klaim biaya yang tidak beraturan, tandasnya.

 

Menkeu menambahkan, Ditjen Pajak sudah mengundang berbagai pihak untuk mendapatkan berbagai pandangan tentang masalah cost recovery ini. Terus terang, masalah ini harus diperjelas. Dengan kondisi sekarang, bisa saja yang diterima pemerintah menjadi lebih rendah daripada yang seharusnya, katanya.

 

Sementara itu, pada saat yang sama, Dirjen Pajak Darmin Nasution mengatakan, pihaknya sudah dapat mengaudit setiap KKKS karena ada beberapa klausul baru yang menyatakan bahwa audit terhadap KKKS tidak hanya bisa dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

 

Sekarang, pemerintah pun bisa melakukan audit, termasuk Ditjen Pajak. Dulu, hanya BPKP yang bisa mengaudit, sekarang Ditjen Pajak pun bisa mengaudit. BP Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas) berpendapat, audit yang dilakukan Ditjen Pajak bukan masalah besar. Namun, audit itu perlu dilakukan dalam satu kali pemeriksaan, katanya.

 

Menurut Darmin, untuk menelusuri kebenaran cost recovery di perusahaan migas, Ditjen Pajak melakukan dua kebijakan. Pertama, membahas kesepakatan tentang perhitungan pajak migas dengan Asosiasi Petroleum Indonesia (IPA). Kedua, membahas rumusan cost recovery dengan BP Migas.

 

Kami telah menunjuk PricewaterhouseCoopers (PwC) sebagai penengah antara Ditjen Pajak dan IPA. Mereka tidak bekerja sebagai auditor, hanya penengah, ujarnya.

Pemeriksaan atas 11 KKKS oleh BPK ini merupakan tindak lanjut dari surat DPR No. KD/2534/DPR RI/2006 tertanggal 22 Maret 2006. Dari 11 KKKS yang akan diaudit itu, sebagian diharapkan akan selesai pada Maret 2007, antara lain Total, Impact, Unocal East Kaltim, Cenoc, Vico, ExxonMobile, dan Conoco South Natuna. Termasuk juga audit atas BP Migas.

 

Seluruh biaya pengadaan fasilitas listrik masuk dalam cost recovery, meskipun tidak tergolong biaya operasional. Kontraktor cenderung menggunakan afiliasinya, sehingga tidak dapat diketahui jumlah penggunaan listrik yang sebenarnya. Semuanya dimasukan ke dalam cost recovery karena dalam kontraknya dengan pemerintah, cost recovery tidak dikenakan pajak, kata Baharuddin.

 

Auditor Utama BPK J Widodo H Mumpuni mengatakan, seluruh potensi kerugian negara itu sebenarnya telah terealisasi, namun pemerintah tidak dapat berbuat banyak, sebab seluruh klaim cost recovery KKKS dibenarkan dalam kontrak. Oleh karena itu, salah satu rekomendasi BPK adalah meminta Badan Pelaksana Sektor Hulu Migas (BP Migas) mengubah seluruh kontrak dengan KKKS. Jika pemerintah tetap menggunakan model kontrak yang sudah digunakan puluhan tahun ini, maka kerugian negara akan terus berlanjut, katanya.

 

Sejauh ini BPK telah memeriksa lima Kontraktor Production Sharing Contract (PSC) yaitu PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), ConocoPhillips – Grissik (COPI Grissik), PetroChina International Jabung Ltd (PIJL), PT Medco E&P Rimau dan BOB Pertamina Hulu-PT Bumi Siak Pusako.

 

Dalam surat Ketua BPK RI No. 69/S/I-XV/08/2006, Ketua BPK Anwar Nasution menyatakan bahwa BPK tidak melakukan pemeriksaan secara bersamaan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah pemeriksa di bidang perminyakan. Selain itu, pemeriksaan terhadap Kontraktor PSC memerlukan kecermatan dan pemahaman khusus sehingga memerlukan waktu yang lama.

Tags: