Investor Asing: Minat Ada, Tapi Tak Meningkat
Perpres DNI

Investor Asing: Minat Ada, Tapi Tak Meningkat

Perpres tentang Daftar Negatif Investasi telah disahkan. Para investor masih mempertanyakan masalah pembagian porsi kepemilikan asing hingga tak adanya insentif.

Ycb
Bacaan 2 Menit
Investor Asing: Minat Ada, Tapi Tak Meningkat
Hukumonline

 

Sofjan mengaku keterlibatan dunia usaha dalam penyusunan Perpres ini minim. Kita dilibatkan hanya secara sektoral. Detilnya kita baru tahu setelah Perpres ini kelar, tutur Sofjan. Oleh karena itu, baik Sofjan dan Hidayat, akan memberikan masukan seminggu kemudian.

 

Baik Hidayat maupun Sofjan memandang, kalangan investor asing tak akan mancabut minatnya berinvestasi ke Indonesia. Peraturan ini justru membuat semuanya lebih clear. Berapa jatah kepemilikan yang diperbolehkan bagi asing, ungkap Hidayat.

 

Kelompok pengusaha asing pun setali tiga uang dengan pendapat Sofjan dan Hidayat. Menurut Kepala Kamar Usaha Internasional (International Business Chamber) Peter G Fanning, investor luar tetap berminat menanam modal di Indonesia. Namun, masalahnya, minat tersebut tak banyak beranjak naik. Kami akan tetap melanjutkan minat berinvestasi ke Indonesia. Namun, minat tersebut belum bisa meningkat, ujar Peter.

 

Alasan Peter, peraturan tersebut tak banyak memberikan perubahan segar. Apa yang diatur di dalamnya, hanya merepresentasikan kondisi sebelumnya. Kami ingin tahu, mengapa persentasenya segitu? Mengapa bidang ini 50 persen, bidang itu 65 persen, atau 95 persen? tanya Peter, yang juga Wakil Ketua Konsul Usaha Indonesia Australia (Indonesia Australia Business Council).

 

Peter berpendapat, pembagian porsi asing-domestik bukanlah sebuah insentif. Akibatnya kami memodali mitra domestik hanya sekadar untuk bisa masuk. Sebagian besar pemodal patungan kami tak banyak berkontribusi. Saya lihat peraturan ini tak ada insentif, paparnya.

 

Hidayat juga senada. Kami melihat tidak ada iming-iming tax holiday. Memang benar, mungkin bisa diwadahi dalam peraturan perpajakan lainnya, imbuhnya. Saat ini, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah menuntaskan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Masih ada lagi RUU Pajak Penghasilan (RUU PPh) dan RUU Pajak Pertambahan Nilai (RUU PPN).

 

Peter menginginkan adanya penyederhanaan tata perizinan investasi. Kami hanya ingin prosedur lebih simpel, transparan, dan terbuka. Tak masalah jika porsi kami hanya minoritas. Tapi yang paling penting adalah peringkasan dan transparansi, akunya.

 

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Muhammad Lutfi menekankan komitmen investasi baik dalam negeri maupun asing rata-rata meningkat lebih dari 300 persen hingga Mei silam (lihat tabel). Namun, ini tak ada hubungannya dengan timing menjelang disahkannya Perpres ini, ujar Lutfi menggarisbawahi.

 

Jenis

1 Januari – 31 Mei 2007

Pertumbuhan (%)*

Realisasi investasi berdasarkan izin usaha tetap:

Penanaman Modal Dalam Negeri

- jumlah proyek

- nilai investasi (Rp triliun)

- Penyerapan tenaga kerja (orang)

 

 

 

 

66

18,61

48.692

 

 

 

 

-15,38

77,91

28,87

Penanaman Modal Asing

- jumlah proyek

- nilai investasi (Rp triliun)

- Penyerapan tenaga kerja (orang)

 

401

3,7

69.123

 

6,3

18,21

-39,42

Minat investasi berdasarkan surat persetujuan:

Penanaman Modal Dalam Negeri

- jumlah proyek

- nilai investasi (Rp triliun)

- Penyerapan tenaga kerja (orang)

 

 

 

 

116

110,6

170.655

 

 

 

 

58,90

94,58

272,67

Penanaman Modal Asing

- jumlah proyek

- nilai investasi (Rp triliun)

- Penyerapan tenaga kerja (orang)

 

820

21,99

210.574

 

20,76

502,46

71,12

Sumber: BKPM, Jawaban Tertulis Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR, 28 Juni 2007

* Pertumbuhan dibanding 1 Januari – 31 Mei 2006

 

Lutfi berjanji akan segera merampungkan draft Perpres tentang Tata Cara Pelayanan Investasi secara Terpadu Satu Pintu. Kami akan menyelesaikannya, selambatnya akhir Juli ini, sambungnya. Peraturan ini juga tak kalah pentingnya.

 

Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu menjelaskan peraturan ini tidak berlaku surut. Artinya, investasi asing yang kadung masuk di bidang usaha yang dibatasi dalam Perpres No. 77 Tahun 2007 ini tak perlu risau. Demikian juga pada perizinan yang sedang berproses. Yang tak boleh melanggar ketentuan adalah investasi yang akan datang, ungkapnya.

 

Pemerintah akan membentuk tim yang tugasnya mereviu kriteria bidang usaha yang tertutup mutlak maupun terbuka bersyarat. Bidang-bidang tersebut akan diubah tiap tiga tahun sekali, tergantung dinamika kondisi bisnis. Selama ini, yang menangani pelaksanaan kebijakan investasi adalah Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Promosi Investasi (Timnas PEPI) yang dibentuk pada 2003 silam. Kami berharap Pemerintah lebih fleksibel menetapkan bidang-bidang tersebut, sambung Hidayat.

 

Mengklarifikasi pengaturan saham media, Marie menjelaskan asing tetap boleh menggegam sahamnya. Asal, mereka masuk lewat pasar modal dengan maksimal kepemilikan 20 persen, ungkap Marie. Selama ini, media yang sudah berstatus terbuka antara lain SCTV, Tempo, Indosiar, dan baru-baru saja Grup MNC. Sedangkan ANTV tidak listing di lantai bursa, namun sudah dimiliki oleh Rupert Murdoch (StarTV).

 

Marie juga mengingatkan, daerah tak boleh membuat DNI yang bertentangan dengan Perpres ini. Daerah tak boleh membuat peraturan tersendiri di luar DNI ini. Ini untuk mengurangi multitafsir. Filosofisnya, semua bidang usaha adalah terbuka. Yang dikecualikan, entah itu tertutup maupun terbuka bersyarat, diatur dalam ketentuan ini.

 

Sebelumnya, pada 2000-2001, peraturan bidang usaha ini berupa Keputusan Presiden (Keppres). Sekarang, bentuknya Perpres. Tak masalah, karena UU PM mengamanatkan adanya sebuah Perpres, ungkap Lambock V Nahattands, Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum.

Para pengusaha nampaknya boleh bernafas lega. Soalnya, salah satu paket aturan yang mereka tunggu-tunggu telah terbit. Yah, Presiden pada Selasa (3/7) lalu telah menandatangani sebendel Peraturan Presiden tentang Daftar Negatif Investasi (Perpres DNI). Perpres ini merupakan pelaksana UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM).

 

Paket tersebut mengandung dua perpres, yakni Perpres No. 76 Tahun 2007 dan Perpres No. 77 Tahun 2007. Materi Perpres yang terakhir ternyata tiada beda dengan draft terakhir yang Hukumonline peroleh. Masyarakat dapat memperoleh keduanya dari situs resmi Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi (www.ekon.go.id). Ketentuan ini menjamin kepastian hukum dan transparansi, ungkap Menko Perekonomian Boediono dalam jumpa pers di Gedung Departemen Keuangan, Jakarta, Rabu (4/7).

 

Secara normatif, Boediono menjelaskan peraturan ini bertujuan memberikan kepastian iklim investasi. Muaranya, pertumbuhan ekonomi akan meningkat dan jumlah tenaga kerja akan meningkat, ulasnya.

 

Namun, rupanya kalangan industriwan masih belum puas seratus persen. Titik perhatian mereka, soal pembagian porsi kepemilikan asing. Ada yang 95, 80, 65, 50, dan 49 persen. Tapi, Pemerintah belum menjelaskan. Kalau ini untuk kepentingan nasional, mereka harus merinci alasannya untuk setiap sektor, ungkap Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi. Pendapat Sofjan ini paralel dengan pandangan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia MS Hidayat.

 

Baik Sofjan maupun Hidayat mengingatkan, ada beberapa bidang yang masih berada di grey area. Misalnya, industri logistik atau jasa kurir. Di setiap negara lain karakternya. Ada juga kepemilikan bidang telekomunikasi. Kita akan pertanyakan, dasar alasan mengapa asing boleh menguasai sekian persen? sambung Sofjan.

Tags: