Singapore International School Kembali Digugat di PHI
Berita

Singapore International School Kembali Digugat di PHI

Gugatan penggugat terhalang dengan ketiadaan perjanjian kerja di antara para pihak. Hakim ditantang untuk memerintahkan penyingkapan dokumen perusahaan.

IHW
Bacaan 2 Menit
Singapore International School Kembali Digugat di PHI
Hukumonline

 

Ketentuan pencatatan PKWT itu juga berlaku untuk tenaga kerja asing (TKA). Pasal 3 Ayat (1) Permenakertrans No. 07 Tahun 2006 mensyaratkan kepada perusahaan pengguna TKA untuk salah satunya melampirkan draf PKWT guna mendapatkan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA). Maklum, undang-undang memang mengharuskan perusahaan untuk mengantongi IMTA jika ingin menggunakan TKA.

 

Awalnya memang tidak ada masalah antara Rommel dengan SIS. Sejak penandatangan kontrak itu, Rommel mulai bertugas. Namun bibit masalah muncul ketika pada akhir Agustus 2007, pihak sekolah sekonyong-konyong menyodorkan surat PHK kepada Rommel tanpa memberikan  kesempatan membela diri maupun kompensasi.

 

Melalui kuasa hukumnya, Rommel meminta klarifikasi tertulis dari pihak sekolah. Tapi surat kami tidak direspon, cetus Ruth. Proses berlanjut ke tingkat tripartit di Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara. Dipanggil 3 kali berturut-turut, pihak sekolah tetap tidak hadir. Perselisihan ini akhirnya nyangkut ke PHI Jakarta.

 

Di dalam gugatannya, Ruth menuntut agar tergugat dinyatakan telah melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 62 UU Ketenagakerjaan, ia meminta agar tergugat membayarkan sisa kontrak Rommel yang totalnya mencapai Rp161,3 juta.

 

Membantah

Dimintai komentar, pihak SIS membantah tudingan Ruth Maria. SIS malah mengaku tidak mengenal Rommel. Kami nggak tahu siapa Rommel itu. Tidak ada hubungan hukum antara dia dengan SIS. Makanya waktu kuasa hukumnya melayangkan surat, tidak kami tanggapi. Tapi ketika dia membawa kasus ini ke pengadilan, kami tidak tinggal diam, ujar seorang pengacara SIS yang menolak disebut namanya melalui telepon.

 

Rupanya, Ruth sudah menduga tanggapan SIS. Pasalnya, kliennya memang sama sekali tidak memegang perjanjian kerja. Namun begitu, ia tidak kehilangan 'amunisi'. Ia menyebutkan bahwa kliennya memegang kartu identitas SIS atas nama Rommel yang bisa dijadikan sebagai salah satu bukti. Kan tidak semua orang punya kartu itu.

 

Mengenai hal ini, kuasa hukum SIS kembali menepis. Kalau kita datang ke suatu gedung, kita pasti diminta menukarkan kartu identitas kita dengan kartu pengenal sebagai tamu. Dan kartu ini harus dikembalikan setelah keperluan selesai kan? Faktanya, Rommel ini tidak mengembalikan. Makanya kita juga mau melaporkan ke kepolisan atas tuduhan penggelapan kartu.

 

Tidak adanya perjanjian kerja yang dipegang Rommel memang bisa menjadi batu sandungan. Pasalnya, PHI di satu sisi juga tunduk dengan hukum acara perdata yang lebih mengedepankan kebenaran formal.

 

Kendati demikian, Rommel mungkin masih bisa berharap pada hakim. Merujuk pada Pasal 91 UU PPHI, majelis hakim PHI sebenarnya memiliki kewenangan memerintahkan untuk menyingkap dokumen yang selama ini sulit diperoleh para pekerja. Bahkan ada sanksi pidana bagi pihak yang tak mau melaksanakan perintah hakim itu. Berita buruknya, berdasarkan catatan hukumonline, belum pernah ada hakim PHI yang menggunakan pasal itu.

 

Setelah sibuk dengan gugatan Francois Xavier Fortis  pada tahun lalu, Singapore International School (SIS) tampaknya harus kembali menyambangi Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta. Lembaga pendidikan internasional yang berlokasi di Jakarta Selatan itu tersangkut perkara perselisihan hubungan industrial.

 

Kali ini giliran Rommel Coscolluela Gaspar, warga negara Filipina, yang menggugat SIS. Sengketa antara Rommel dengan sekolah internasional itu bermula ketika pada 6 Agustus 2007 ia pergi meninggalkan negaranya ke Indonesia. Kedatangannya di Jakarta bukannya tanpa alasan. Ia sengaja datang untuk bekerja di SIS. Jauh-jauh hari sebelumnya, sudah ada korespondensi melalui email antara Rommel dengan pihak sekolah. Terjadi kesepakatan bahwa Rommel akan bekerja sebagai pengajar olah raga di  Singapore School yang ada di Kelapa Gading. Ia berangkat dari Filipina pada 6 Agustus 2007. Tiba di Jakarta pada 7 Agustus 2007 dan langsung menginap di apartemen yang memang khusus disediakan bagi tenaga pengajar SIS, ungkap Ruth Maria, kuasa hukum Rommel, di PHI Jakarta, Selasa (29/7).

 

Hubungan hukum antara Rommel dengan SIS, lanjut Ruth, terjalin ketika kedua pihak  menandatangani perjanjian kerja pada 8 Agustus 2007. Di dalam kontrak itu tertulis masa 'pengabdian' Rommel di SIS adalah selama dua tahun. Untuk tahun pertama, Rommel dijanjikan mendapat gaji sebesar AS$700 tiap bulan. Di tahun kedua, gaji bulannya naik menjadi AS$800.

 

Tapi karena mungkin Rommel kurang paham dengan hukum ketenagakerjaan di Indonesia, saat itu ia tidak mempermasalahkan tindakan pihak sekolah yang hanya menyodorkan satu kontrak. Kontrak itu pun dipegang pihak sekolah. Sehingga sampai sekarang, Rommel sama sekali tidak memegang kontrak kerja itu ungkap Ruth.

 

Lazimnya, kontrak kerja dibuat dua rangkap untuk dokumentasi kedua belah pihak yaitu pekerja dan pengusaha. Bahkan, khusus untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), wajib dicatatkan di instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan. Hal itu tertuang dalam Pasal 13 Kepmenakertrans No 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT.

Tags: