SP3 Kasus Lapindo Diduga Ada Konspirasi
Utama

SP3 Kasus Lapindo Diduga Ada Konspirasi

Elemen masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Menuntut Keadilan Korban Lumpur Lapindo mendesak Kapolri dan Jaksa Agung untuk melakukan pemeriksaan internal terkait keluarnya SP3 itu.

ASh
Bacaan 2 Menit
SP3 Kasus Lapindo Diduga Ada Konspirasi
Hukumonline

 

Jika polisi meng-SP3 kasus ini dengan alasan kekurangan saksi ahli, itu bohong besar padahal ahli banyak dan siap memberikan keterangan. Sepertinya, pihak Kepolisian dan Kejaksaan justru yang 'menghalangi' untuk mengungkap kebenaran kasus ini agar tak masuk ke pengadilan, ujar pria yang akrab disapa Tobas itu menjelaskan.            

 

Indikasinya, kata Tobas, ketika polisi memeriksa para saksi ahli justru yang dihadirkan saksi dan atau saksi ahli yang mendukung Lapindo Brantas tanpa melakukan tracking untuk menguji indepedensi mereka. Ini aneh, seharusnya mereka (penyidik, red) mencari ahli yang memperkuat posisinya untuk membawa kasus ini menuju penuntutan. Ketika kita menghadirkan dua saksi ahli yakni Wakil Dirut Pertamina dan ahli pengeboran yang mengaku pernah diperiksa polisi, tetapi keterangannya tak dimasukan dalam berkas perkara, ungkapnya.

 

Tobas menambahkan dua pertemuan sejumlah ahli geologi internasional di Cape Town Afrika Selatan dan London yang menyimpulkan bahwa semburan Lumpur Lapindo merupakan kesalahan pengeboran. Di Cape Town para ahli melakukan voting 42 ahli menyatakan penyebab semburan lumpur adalah karena pengeboran, sementara hanya 3 ahli (1 ahli bekerja dengan Lapindo) yang menyatakan semburan itu adalah gempa bumi (Jogja, red).        

 

Menurut Tobas penyidikan polisi dengan koordinasi Kejaksaan telah disetir Lapindo Brantas sebagai pemilik modal. Arah penyidikan berjalan sesuai keinginan Lapindo Brantas. Bukannya polisi dan Kejaksaan yang punya 'skenario' arah penyidikan, tetapi mengikuti skenario yang dibuat Lapindo Brantas.

 

Selain itu, keluarnya SP3 ini saat bersamaan beredarnya dua dokumen rahasia milik PT Medco Energi yang secara jelas menunjukkan penyebab semburan lumpur adalah pengeboran dan kelalaian Lapindo Brantas. Dokumen itu merupakan hasil penelitian konsultan yang disewa Medco yakni Neal Adams dan Tritech yang ujung-ujungnya terjadi sengketa (Arbitrase di Amerika Serikat) antara Medco dan Lapindo lantaran Lapindo tak memasang casing yang menjadi salah satu pemicu tak terkendalinya semburan lumpur. Padahal Medco telah mengingatkan hal itu.  

 

Meski saya tak tahu siapa yang menyebarkan yang jelas dengan bukti baru ini, justru polisi tak melakukan tindakan apapun terhadap bukti dokumen itu yang seharusnya mereka punya kewenangan untuk menelusuri kebenaran bukti itu dengan memeriksa pihak Medco. Malah jawabannya SP3, kritiknya sambil menunjukan dua dokumen yang bercover confidential hanya untuk Medco.              

 

Karenanya, pihaknya yang tergabung dalam Gerakan Menuntut Keadilan Korban Lumpur Lapindo mendesak Kapolri dan Jaksa Agung untuk melakukan pemeriksaan internal terkait keluarnya SP3 itu yang dinilainya ada kejanggalan dan ketidakseriusan dari aparat.    

 

Dalam kesempatan itu, seorang ahli geologi dan geofisika asal Inggris Prof Richard Davis sempat memberi keterangan soal kasus itu lewat media teleconference yang saat itu berada di kediamannya. Ia adalah salah satu inisiator pertemuan sejumlah ahli geologi di Cape Town yang merekomendasikan kasus Lumpur Lapindo merupakan kelalaian manusia.     

 

Dosen dari Department of Earth Science Durkham University Inggris intinya mengatakan semburan lumpur Lapindo disebabkan karena gempa dinilainya masih terlalu kecil. Ia berani memastikan bahwa 99 persen semburan lumpur Lapindo disebabkan karena pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas.

 

Selain itu, ia sempat menyinggung soal pertemuan para ahli geologi di London dan Cape Town. Pertemuan di London sudah jelas sikapnya bahwa semburan lumpur disebabkan karena pengeboran. Sementara pertemuan di Cape Town ada tiga ahli yang menyatakan semburan itu adalah gempa bumi. Tetapi, salah satunya bukan expert geologi, tetapi praktisi pengeboran. Ia pun mengaku selama ini tak pernah dihubungi oleh Polda Jatim untuk dimintai keterangannya.                

 

SP3 ecek-ecek

Secara terpisah Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Patra Zen mengatakan bahwa SP3 yang dikeluarkan Polda Jatim merupakan SP3 ecek-ecek. Fakta pertama, hampir semua orang sepakat bahwa 150-200 meter dari pusat semburan lumpur panas itu ada pengeboran eksplorasi gas yang dilakukan PT Lapindo Brantas. Fakta kedua, prosedur pengemboran tersebut mestinya menggunakan casing, sementara saat pengemboran di kedalaman tertentu tak dipasang casing.

 

Kalau saja dipasang, semburan panas itu bisa saja dicegah dan mungkin saja tidak terjadi, dua fakta itu penting digunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan Lapindo Brantas, kata Patra di sela-sela acara Regional Seminar on Defamation in South East Asia 2009, di Jakarta, Kamis (13/8).

 

Menurut mantan kuasa hukum gugatan perdata kasus Lapindo di PN Jakpus itu, kasus pidana Lumpur Lapindo sudah lama berjalan di Polda Jatim yang sudah ditetapkan 15 orang tersangka dan diperiksa sejumlah saksi dan saksi ahli. Berkas kasus ini pun sudah dilimpahkan ke Kejaksaan, pihak Kejaksaan mengembalikan berkas itu untuk dilengkapi. Namun, permintaan itu belum bisa dipenuhi oleh kepolisian. Kabarnya bolak-balik berkas sudah 4 kali.                  

 

Salah satu alasan Polda mengeluarkan SP3, kata Patra, dikarenakan keluarnya penolakan dua putusan gugatan perdata YLBHI dan Walhi di PN Jakpus dan PN Jaksel yang menyatakan tak ada perbuatan melawan hukum dalam kasus Lapindo. Padahal ada atau tidaknya gugatan perdata, kasus pidana mesti jalan terus. Meski gugatan ditolak, dalam putusan gugatan di PN Jakpus YLBHI berhasil membuktikan adanya unsur kelalaian dari pihak Lapindo lantaran tak memakai casing dalam pengeboran itu.                

 

Selain adanya rekomendasi ahli geologi di Cape Town, dalam tulisan ahli dari Durham University pernah menyatakan bahwa penyebab semburan lumpur adalah pengeboran. Sebenarnya dari segi ahli tak kurang, tetapi justru seharusnya polisi melengkapi data dari ahli-ahli itu, sarannya. Tujuan kita kan bukan hanya mengetahui siapa yang bersalah, tetapi bagaimana semburan itu terjadi. ujarnya.

 

Alasan Polda Jatim meng-SP3 kasus pidana lumpur Lapindo tak beralasan. Apa alasannya, tersangka sudah lantaran tak bisa melengkapi data, terus di-stop, kok polisi yang tak profesional masyarakat umum yang dirugikan. Makanya, saya katakan SP3 yang dikeluarkan Polda Jatim itu ecek-ecek gak ada dasar hukumnya, tegasnya.  

 

Bantahan

Sementara, Kapuspenkum Kejagung Jasman Panjaitan membantah jika pihaknya melakukan konspirasi dalam penanganan kasus pidana Lumpur Lapindo. Ini kan kita bicara murni yuridis bukan asumsi. Kalau memang unsur-unsurnya tak terbukti gak bisa dong kita paksakan ke pengadilan, kata Jasman lewat telepon. Yang pasti kita sangkal semua itu keterlibatan kita di situ, ini murni hukum karena memang alat buktinya tak mendukung.     

 

Menurut Jasman, penyidik sudah memeriksa ahli dari pihak pelapor, termasuk saksi ahli dari pihak Lapindo. Namun, saksi ahli yang diajukan pun tak mampu membuktikan bahwa semburan lumpur Lapindo disebabkan karena kelalaian manusia atas pengeboran. Kalau dipaksakan terdakwanya bebas gimana, nanti jaksa dianggap tak becus membuat dakwaan atau tak bisa membuktikan.

 

Sayangnya, ketika dikonfirmasi Kapolda Jatim Anton Bahrul Alam tak bisa dihubungi. Upaya hukumonline menghubungi Anton tak membuahkan hasil.

Penerbitan Surat penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) kasus Lumpur Lapindo pada Jum'at 7 Agustus 2009 lalu menunjukan adanya konspirasi dalam proses penegakan hukum kasus itu. Pernyataan itu disampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Taufik Basari dalam jumpa pers di kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Jakarta, Kamis (13/8).     

 

SP3 yang dikeluarkan Polda Jatim justru merupakan bukti adanya skandal dalam proses penegakan kasus Lumpur Lapindo, antara polisi, kejaksaan (Kejati Jatim, red), dan pihak Lapindo Brantas dengan Bakrie-nya ada skandal di situ, kata Taufik bersama elemen masyarakat lain yang tergabung dalam Gerakan Menuntut Keadilan Korban Lumpur Lapindo (GMKKLL).

 

Sejak awal, ia sudah mencurigai proses penanganan kasus ini yang sempat terkatung-katung (3 tahun). Padahal pihaknya sudah berkali-kali telah memfasilitasi untuk menghubungi sejumlah ahli independen berikut alamat dan nomor teleponnya, namun hal itu tak dilakukan/diindahkan Polda Jatim. Di antaranya Prof Richard Davies dan Prof Michael Manga. Bahkan, sejumlah ahli yang tergabung dalam drilling engineering club yang secara khusus telah meneliti kasus ini pun tak 'dilirik' polisi dan kejaksaan.           

Halaman Selanjutnya:
Tags: