Apakah boleh kuasa penggugat dan kuasa tergugat dalam satu kasus masih satu keluarga? Mohon pencerahannya dan dasar hukumnya. Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Sepanjang penelusuran kami, sebenarnya tidak ada ketentuan hukum yang melarang adanya hubungan keluarga antara kuasa hukum (advokat) penggugat dan kuasa hukum tergugat.
Namun demikian, jika penggugat atau tergugat menemukan suatu indikasi pemufakatan dan/atau kesepakatan antara kedua advokat yang berpotensi merugikan salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengadukannya keDewan Kehormatan Cabang/Daerah, Dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau Dewan Pimpinan Pusat dimana advokat menjadi anggota.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Hak Ingkar dalam Arbitrase
Jika yang Anda maksud adalah hubungan keluarga yang dikhawatirkan adanya benturan kepentingan dalam suatu kasus, maka hal ini dalam praktik dikenal dengan nama hak ingkar. Sebelumnya, Anda perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan hak ingkar. Disarikan dari Mengenal Hak Ingkar dalam Hukum Indonesia, dalam beracara di lembaga arbitrase, advokat dapat menggunakan hak ingkar karena meragukan independensi satu orang atau seluruh anggota majelis arbiter.
Rangin Prabowo dalam bukunyaPengantar Hukum Arbitrase Indonesia, mendefinisikan hak ingkar adalah hak yang melekat pada para pihak untuk mengajukan tuntutan ingkar atau pengingkaran untuk mengganti arbiter yang dipandang tak dapat menjalankan tugasnya dengan baik akibat adanya benturan kepentingan.
Hak ingkar dalam konteks arbitrase dimuat dalam Pasal 22 sampai dengan 26UU 30/1999. Hak ingkar dapat diajukan jika memang terdapat cukup bukti otentik terkait keraguan bahwa arbiter akan melakukan tugasnya tidak secara bebas dan akan berpihak dalam mengambil keputusan.[1] Indikasi yang bisa dijadikan alasan keberpihakan dalam penggunaan hak ingkar ini bisa saja karena arbiter tersebut ternyata diketahui memiliki hubungan kekeluargaan, keuangan atau pekerjaan dengan salah satu pihak atau kuasanya.[2]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Bahkan untuk hubungan keluarga, Pasal 12 ayat (1) huruf c UU 30/1999 telah jelas mengatur syarat yang dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter adalah tidak boleh memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa.
Jika Advokat Punya Hubungan Keluarga dengan Advokat Pihak Lawan
Namun demikian, menjawab pertanyaan Anda, mengenai boleh atau tidaknya antarakuasa hukum (advokat) penggugat dan kuasa hukum tergugat memiliki hubungan keluarga, sepanjang penelusuran kami, tidak ada satu pasal pun yang melarangnya, baik dalamUU Advokatmaupun Kode Etik Advokat Indonesia.
Akan tetapi, jika penggugat atau tergugat menemukan suatu indikasi pemufakatan dan/atau kesepakatanantara kedua advokat untuk membocorkan rahasia klien yang tentunya membawakerugian pada si klien, dalam hal ini misalnya pelanggaran atas Pasal 4 huruf h Kode Etik Advokat Indonesia:
Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan klien itu.
Atau mengenai menjaga rahasia klien juga dapat Anda temukan dalam Pasal 19 ayat (1) UU Advokat:
Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennyakarena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
Maka, klien yang dirugikan dapat mengadukannya ke Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, Dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau Dewan Pimpinan Pusat dimana advokat menjadi anggota.[3]