Mengapa jika kita makan di suatu restoran dikenakan PPN? Sedangkan saat kita makan di warung-warung makan pinggir jalan atau UMKM lainnya (bisnis kecil) tidak dibebankan PPN? Apa dasar hukumnya, dan bagaimana sebenarnya aturan pajak restoran Indonesia? Berapa besaran pajak untuk restoran yang harus dibayarkan konsumen?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Pajak yang dikenakan saat makan di restoran yang Anda maksud kini disebut dengan istilah Pajak Barang dan Jasa Tertentu (“PBJT”).
Namun, ada beberapa tempat makan yang dikecualikan dari objek PBJT atau pajak restoran tersebut. Apa saja kriteria tempat makan yang dikecualikan? Bagaimana cara hitung PBJT?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
PBJT atas Makanan dan Minuman
Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”) restoran yang Anda maksud lebih tepatnya dulu dikenal dengan istilah pajak restoran, dan kini disebut sebagai Pajak Barang dan Jasa Tertentu (“PBJT”) yang diatur dalam Pasal 1 angka 42 UU 1/2022. Pasal tersebutmenyebutkan bahwa PBJT adalah pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Lalu, yang dimaksud dengan barang dan jasa tertentu adalah yang dijual dan/atau diserahkan kepada konsumen akhir.[1]Lebih lanjut, objek PBJT merupakan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentuyang meliputi:[2]
makanan dan/atau minuman;
tenaga listrik;
jasa perhotelan;
jasa parkir; dan
jasa kesenian dan hiburan.
Makanan dan/atau minuman yang dimaksud adalah makanan dan/atau minuman yang disediakan, dijual dan/atau diserahkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, atau melalui pesanan oleh restoran.[3] Kemudian, restoran yang dimaksud merupakan fasilitas penyediaan layanan makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran,[4] yang paling sedikit menyediakan layanan penyajian makanan dan/atau minuman berupa meja, kursi, atau peralatan makan dan minum.[5]
Adapun yang dikecualikan dari objek PBJT adalah penyerahan makanan dan/atau minuman yang:[6]
dengan peredaran usaha tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dalam peraturan daerah;
dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual makanan dan/atau minuman;
dilakukan oleh pabrik makanan dan/atau minuman; atau
disediakan oleh penyedia fasilitas yang kegiatan usaha utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) pada bandar udara.
Sedangkan subjek pajak PBJT adalah konsumen barang dan jasa tertentu,[7] dan wajib pajak PBJT adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan, penyerahan, dan/ atau konsumsi barang dan jasa tertentu.[8]
Selanjutnya, dasar pengenaan PBJT adalah jumlah yang dibayarkan oleh konsumen barang atau jasa tertentu,[9] dengan tarif PBJT yang ditetapkan paling tinggi sebesar 10% yang ditetapkan dengan peraturan daerah.[10]
Pajak UMKM
Kemudian menjawab pertanyaan Anda, untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (“UMKM”) yang tidak dikenakan pajak restoran di Indonesia atau PBJT, kami asumsikan bahwa UMKM tersebut memang tidak termasuk sebagai objek PBJT yang ditetapkan peraturan daerah.
Sebagai contoh di DKI Jakarta, yang tidak termasuk objek pajak restoran menurut Pasal 3 ayat (3) Perda DKI Jakarta 11/2011adalah:
pelayanan yang disediakan restoran atau rumah makan yang pengelolaannya satu manajemen dengan hotel;
pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya (peredaran usaha) tidak melebihi Rp200 juta per tahun.
Perbedaan PBJT dengan PPN
Kemudian meluruskan pertanyaan Anda, perbedaan PBJT atau pajak restoran dengan PPN adalah PPN dipungut oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak,[11] sedangkan PBJT yang meliputi makan dan/atau minuman atau pajak restoran dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.[12]
Adapun penetapan besaran tarif daerah juga tergantung dari masing-masing peraturan daerah yang mengaturnya. Lantas, bagaimana cara menghitung PBJT? Berikut adalah ulasannya.
Cara Menghitung PBJT
Sebagai gambaran, berikut kami jelaskan cara menghitung PJBT yang terutang atas makanan dan/atau minuman di restoran.
Besaran pokok PBJT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBJT dengan tarif PBJT.[13]
Besaran pokok PBJT = Dasar pengenaan PBJT x Tarif PBJT
Contoh:
Dasar pengenaan PJBT (nominal pembayaran yang diterima/dipungut sesuai dengan struk atau dokumen lainnya yang sejenis), misalnya biaya makan di restoran sebesar Rp70 juta; dan
Tarif PJBT sebesar 10%.
Maka, hitungan PBJT atas makanan dan minuman adalah Rp70 juta x 10% = Rp7 juta.
Kemudian penting untuk Anda ketahui, atas pajak penjualan terhadap makanan, dihitungnya sejak saat pembayaran/penyerahan/konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan.[14] Dengan demikian, pajak untuk restoran atau PBJT yang telah terhitung di atas akan tercantum pada struk.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.