Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul Dilanggar, Ini Sanksinya

Share
copy-paste Share Icon
Hak Asasi Manusia

Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul Dilanggar, Ini Sanksinya

Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul Dilanggar, Ini Sanksinya
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul Dilanggar, Ini Sanksinya

PERTANYAAN

Adakah sanksi bagi orang yang melanggar UUD 1945? Ada sebuah pasar yang dibangun dan dikelola oleh PT X. Para pedagang pasar lalu membentuk suatu paguyuban/perkumpulan yang bertujuan nonprofit (saling mengenal satu sama lain, arisan, dsb.). Namun, pihak PT X mengetahui dan melarang perkumpulan itu. Katanya, “Kalian di sini hanya menyewa jadi dilarang membentuk perkumpulan.” Pertanyaan saya, apakah tindakan PT X tersebut melanggar Pasal 28 UUD 1945 tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran? Jika iya, adakah sanksinya? Jika tidak ada, apa dasar hukumnya PT X mengeluarkan larangan tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran diatur di dalam konstitusi Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Selain itu, pasal kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran juga dijamin dalam berbagai undang-undang.

    Lantas, bagaimana hukumnya jika ada pelanggaran terhadap hak atas kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    KLINIK TERKAIT

    Mengenal Pengadilan HAM Ad Hoc

    Mengenal Pengadilan HAM Ad Hoc

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Sanksi Pelanggaran Hak Berserikat dan Berkumpul yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 3 Oktober 2013.

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Pasal Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul serta Mengeluarkan Pikiran

    Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran ketentuan dalam UUD 1945 Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) yang berbunyi:

    Pasal 28

    Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

     

    Pasal 28E ayat (3)

    Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

    Lebih lanjut, aturan tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul diatur di dalam UU HAM yang merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-undangan tentang hak asasi manusia (“HAM”). Pasal 24 ayat (1) UU HAM menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul yang berbunyi:

    Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.

    Dalam International Covenant on Civil and Political Rights atau Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU 12/2005 juga mengatur kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran Pasal 19, Pasal 21, dan Pasal 22.

    Pasal 19 UU UU 12/2005 menjamin hak untuk mengeluarkan pikiran. Adapun ketentuan pasalnya adalah sebagai berikut.

    1. Setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan.
    2. Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya;
    3. Pelaksanaan hak-hak yang dicantumkan dalam ayat 2 pasal ini menimbulkan kewajiban dan tanggung jawab khusus. Oleh karenanya dapat dikenai pembatasan tertentu, tetapi hal ini hanya dapat dilakukan sesuai dengan hukum dan sepanjang diperlukan untuk menghormati hak atau nama baik orang lain, melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral umum.

    Pasal 21 UU 12/2005 menjamin hak untuk berkumpul secara damai. Tidak ada pembatasan yang dapat dikenakan terhadap pelaksanaan hak ini kecuali yang ditentukan sesuai dengan hukum, dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis untuk kepentingan keamanan nasional dan keselamatan publik, atau ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan atau moral umum, atau perlindungan atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain.

    Selanjutnya, Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU 12/2005 mengatur mengenai hak atas kebebasan untuk berserikat sebagai berikut.

    1. Setiap orang berhak atas kebebasan untuk berserikat dengan orang lain, termasuk hak untuk membentuk dan bergabung dalam serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.
    2. Tidak diperkenankan untuk membatasi pelaksanaan hak ini, kecuali diatur oleh hukum, dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis untuk kepentingan keamanan nasional dan keselamatan publik, ketertiban umum, perlindungan kesehatan dan moral umum, atau perlindungan atas hak dan kebebasan dari orang lain. Pasal ini tidak boleh mencegah diberikannya pembatasan yang sah bagi anggota angkatan bersenjata dan kepolisian dalam melaksanakan hak ini.

    Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda mengenai dasar hukum PT X mengeluarkan larangan, tidak ada dasar hukum bagi PT X untuk melarang pedagang pasar membentuk suatu perkumpulan atau paguyuban. Pada dasarnya, negara menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran.

     

    Jika Melanggar Kemerdekaan Berserikat, Berkumpul, dan Mengeluarkan Pikiran

    Menjawab pertanyaan Anda apakah tindakan PT X melanggar ketentuan Pasal 28 dan 28E UUD 1945 tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran, jawabannya benar. Tindakan PT X yang melarang pedagang pasar yang dikelolanya untuk membentuk paguyuban atau perkumpulan bertentangan dengan Pasal 28 dan Pasal 28E UUD 1945.

    Lalu, bisakah tindakan PT X tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran HAM? Secara teoritis, pelanggaran HAM adalah pelanggaran terhadap kewajiban negara yang lahir dari instrumen-instrumen hak asasi manusia, yang terjadi karena perbuatan negara sendiri (acts of commission) maupun karena kelalaiannya (acts of ommission).[1] Yang menjadi titik tekan dalam pelanggaran HAM adalah tanggung jawab negara.[2] Lebih lanjut mengenai tanggung jawab negara dapat Anda baca dalam artikel 3 Kewajiban Pokok Negara dalam Hukum HAM Internasional.

    Namun demikian, secara yuridis definisi pelanggaran HAM dalam Pasal 1 angka 6 UU HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh UU HAM, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

    Di dalam UU HAM tidak menyebutkan sanksi pidana bagi mereka yang melanggar HAM, terutama hak untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran. Namun demikian, perlu diperhatikan dalam Penjelasan Umum UU HAM yang menyebutkan bahwa pelanggaran baik langsung maupun tidak langsung atas HAM dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Oleh karena itu, tindakan PT X yang membatasi kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[3] yaitu tahun 2026 sebagai berikut.

    Pasal 335 KUHP jo. Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 

    Pasal 448 UU 1/2023

    1. Diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp4,5 juta:[4]
      1. Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
      2. Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
    2. Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.

     

      1.  
    1. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta[5], setiap orang yang:
      1. secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain; atau
      2. memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.

     

    1. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dituntut atas pengaduan dari korban tindak pidana.

    Dalam UU 1/2023 pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh PT X selaku korporasi[6] dikenakan terhadap korporasi, pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali dan/atau pemilik manfaat korporasi.[7]

    Adapun pidana pokok yang dapat dikenakan terhadap korporasi adalah pidana pokok (berupa denda) dan pidana tambahan (pembayaran ganti rugi, perampasan barang atau keuntungan, dan lain-lain).[8]

    Dalam hal ini, Anda dan pedagang yang lainnya harus dapat membuktikan bahwa ada paksaan untuk tidak melakukan sesuatu (membuat perkumpulan) dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan.

    Jika Anda tidak ingin menempuh jalur pidana, Anda dapat melakukan laporan dan pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (“Komnas HAM”) sebagai lembaga mandiri untuk melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.[9] Pengaduan tersebut dapat dilakukan secara lisan ataupun tertulis.[10] Anda dapat mengajukan aduan secara daring melalui Informasi Pengaduan KOMNAS HAM.

    Selanjutnya, pengaduan tersebut dapat diselesaikan melalui mediasi. Akan tetapi perlu diingat bahwa mediasi ini hanya berlaku untuk perkara perdata.[11] Jadi, apabila para pedagang pasar merasa dirugikan terhadap tindakan PT. X yang melarang adanya perkumpulan dan tidak ingin menempuh jalur pidana, maka pedagang pasar dapat mengambil upaya hukum melalui pengaduan pelanggaran HAM ke Komnas HAM agar dilakukan mediasi.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
    4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik);
    5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    6. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013

     

    Referensi:

    1. Rhona K.M. Smith dkk. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008;
    2. Informasi Pengaduan KOMNAS HAM, yang diakses pada Kamis, 6 Juli 2023, pukul 21.09 WIB.

    [1] Rhona K.M. Smith dkk. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008, hal. 69

    [2] Rhona K.M. Smith dkk. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008, hal. 69

    [3] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/1023”)

    [4] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP

    [5] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023

    [6] Pasal 45 ayat (2) UU 1/2023

    [7] Pasal 49 UU 1/2023

    [8] Pasal 118, Pasal 199, dan Pasal 120 UU 1/2023

    [9] Pasal 1 angka 7 dan Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”)

    [10] Pasal 90 ayat (1) UU HAM

    [11] Penjelasan Pasal 89 ayat (4) huruf b UU HAM

    Tags

    komnas ham
    pelanggaran ham

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perancang Peraturan (Legislative Drafter) Harus Punya Skill Ini

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!