Keabsahan Kuasa di Mata Pengadilan dan Para Ahli

Keabsahan Kuasa di Mata Pengadilan dan Para Ahli

Ada perbedaan pemahaman mengenai kuasa sebagai perjanjian timbal balik atau sebagai tindakan sepihak. Yurisprudensi dan panduan pengadilan lebih banyak mengenai surat kuasa untuk keperluan kuasa hukum di persidangan.
Keabsahan Kuasa di Mata Pengadilan dan Para Ahli

Lema ‘kuasa’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring pemutakhiran terbaru Oktober 2020 mencatat empat definisi kata benda (nomina/n) dan satu definisi kata kerja (verba/v). Masing-masing adalah n kemampuan atau kesanggupan (untuk berbuat sesuatu); kekuatan, n wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dan sebagainya) sesuatu, n pengaruh (gengsi, kesaktian, dan sebagainya) yang ada pada seseorang karena jabatannya (martabatnya), n orang yang diserahi wewenang, dan v mampu; sanggup. Tentu saja itu adalah definisi ‘kuasa’ dalam istilah umum. Belum ada satu kamus istilah hukum yang menjadi rujukan utama di Indonesia hingga saat ini. Definisi istilah hukum masih harus dipastikan kembali dari berbagai penggunaannya di dalam teks hukum, literatur, hingga ruang sidang.

Persoalan ‘kuasa’ ditemukan dalam terjemahan Burgerlijk Wetboek voor Indonesie yang lebih dikenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Bab XVI tentang Pemberian Kuasa pada Pasal 1792 sampai Pasal 1819 KUHPerdata menjadi dasar pengaturan rujukan hingga saat ini. Selanjutnya pengaturan soal surat berisi pemberian ‘kuasa’ untuk keperluan persidangan atau kerap dikenal ‘surat kuasa’ ditemukan dalam Pasal 123 Herzien Inlandsch Reglement (HIR)/Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (RIB) dan Pasal 147 Reglement Buitengewesten (RBg).

An An Chandrawulan, Guru Besar Hukum Perdata Universitas Padjajaran menjelaskan kepada Hukumonline mengenai ‘kuasa’ melalui sambungan telepon. “Kuasa itu adalah perikatan dalam bentuk perjanjian bernama. Tetap harus memenuhi juga ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata,” kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran ini. 

Menurut An An, kuasa adalah perjanjian yang bersifat timbal balik. “Begini, ada yang memberi kuasa dan ada yang menerima kuasa. Tidak mungkin hanya ada yang memberi lalu penerima tidak setuju. Ada timbal balik di sana. Isi kuasanya disebut untuk apa saja,” An An menjelaskan. 

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional