Amicus Curiae, Sejumlah Akademisi FH UGM Sampaikan Pandangan Hukum dalam Sengketa Pilpres
Terbaru

Amicus Curiae, Sejumlah Akademisi FH UGM Sampaikan Pandangan Hukum dalam Sengketa Pilpres

Mengungkap sejumlah indikasi kecurangan dalam proses Pilpres 2024.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit
Akademisi FH UGM Herlambang P Wiratraman. Foto: Tangkapan layar zoom
Akademisi FH UGM Herlambang P Wiratraman. Foto: Tangkapan layar zoom

Para akademisi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH-UGM) yang tergabung dalam Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) menyampaikan pandangan hukum melalui Amicus Curiae, sahabat pengadilan, kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden, yang diajukan ke MK pada Senin (1/4/2024). 

Pandangan ini disampaikan pada dua perkara yaitu Perkara 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan pasangan calon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Perkara 2/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Salah seorang perwakilan LSJ FH UGM, Herlambang P Wiratraman menyampaikan amicus curiae ini berisi pandangan dan usulan-usulan untuk memberikan pertimbangan hukum bagi para hakim konstitusi dalam memutus perkara ini.

”Sebagai Amici, kami dari LSJ memposisikan diri sebagai sahabat bagi majelis hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi untuk membantu menguatkan dukungan argumentasi majelis hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara a quo,” ujar Herlambang dalam konferensi pers.

Baca Juga:

Dia menerangkan dalam pengajuan amicus curiae terdapat dua pihak yang terlibat yakni secara kelembagaan dan secara individu. Selain LSJ FH UGM, terdapat juga para akademisi FH UGM seperti Prof Sigit Riyanto, Prof Maria SW Sumardjono, Richo Andi Wibowo, Rikardo Simarmata, Laras Susanti, Sartika Intaning Pradaning, Andy Omara, Faiz Rahman, Markus Togar Wijaya, Abdul Munif Ashri, dan Antonella.

Dalam dokumen amicus curiae tersebut mengungkap sejumlah indikasi kecurangan dalam proses Pilpres 2024. Pertama, terjadi kecurangan berupa intervensi terhadap lembaga peradilan dan lembaga penyelenggara Pemilu. Intervensi tersebut telah mendapat putusan terkait pelanggaran etik, sehingga mengkonfirmasi terjadinya kecurangan dan pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu, terutama bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.

Tags:

Berita Terkait