Asyik Mencegah, Melepas yang Bersalah
Fokus

Asyik Mencegah, Melepas yang Bersalah

Sejumlah kebijakan ganjil berpotensi korupsi hanya ditangani dengan cara pencegahan oleh KPK.

Inu
Bacaan 2 Menit

 

UU tersebut, masih menurut Roby hanya mengenal dua bentuk crime by omission, yaitu membiarkan terjadinya penggelapan uang dan surat berharga atau embezzlement (pasal 8) dan membiarkan dilakukannya perusakan atau penghilangan barang bukti atau obstruction of justice (pasal 10 huruf b).

 

Namun apabila hakim menganut hukum progresif, seharusnya crime by omission terhadap segala bentuk tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU Pemberantasan Tipikor seperti memperkaya diri secara melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, dan suap mestinya dapat dipidana. Hakim juga harus bisa menghayati roh atau jiwa dari undang-undang itu, yaitu mencegah dan menghukum tindak pidana korupsi dengan segala bentuknya.

 

“Jadi apabila pimpinan atau penyidik KPK melanggar Pasal 8 dan Pasal 10 atau membiarkan terjadinya atau dilakukannya tindak pidana korupsi lainnya mereka dapat dipidana,” tandas Roby.

 

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho menyatakan jika sejumlah perkara tersebut tidak digarap melalui ranah penindakan berarti ada masalah serius di tubuh KPK. “Sepertinya ada disorientasi di tubuh KPK karena mengurangi penindakan dan memperbesar porsi pencegahan,” ungkapnya.

 

Emerson menyebutkan tindakan KPK yang membelokkan penanganan dugaan tindak pidana korupsi ke ranah pencegahan, sama saja dengan membiarkan kesalahan pelaku. “Harus ada tindakan bagi mereka,” tandas Emerson.

 

Dia menambahkan, penindakan bagi KPK ditujukan agar mereka yang melakukan tidak mengulang perbuatannya. Apabila pencegahan tidak diikuti dengan upaya penindakan, tutur Emerson, niscaya tak aka nada efek jera.

 

“Buat apa KPK ada kalau hanya sekadar mengingatkan orang, tapi tidak menindak mereka yang diduga korupsi?” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait