Dilema Penerbitan Perpres Kartu Sakti Jokowi
Berita

Dilema Penerbitan Perpres Kartu Sakti Jokowi

Perpres berlaku mulai tanggal 10 November 2014, sedangkan peluncuran kartu sakti dilakukan pada 3 November 2014 dengan dasar hukum Inpres.

FAT
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi (batik) saat peluncuran KKS, KIS, dan KIP, di Kantor Pos Besar, Jakarta, Senin (3/11). Foto: www.setkab.go.id
Presiden Jokowi (batik) saat peluncuran KKS, KIS, dan KIP, di Kantor Pos Besar, Jakarta, Senin (3/11). Foto: www.setkab.go.id
Pada saat masih banyak masyarakat miskin yang belum tersentuh program nasional melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), kata dia, bisa dilayani dengan program yang hampir sama lewat penganggaran di daerah.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kudus, kata dia, sudah menyampaikan bahwa di daerah ada tim koordinasi untuk mensinergikan antara program nasional dengan program daerah. "Saat ada upaya mensinergikan tentunya tidak ada tabrak kepentingan daerah dengan kepentingan nasional," ujarnya.

Terkait dengan pembagian kartu sakti, Edi mengatakan pelaksanaannya bertahap. Penyerahan langsung oleh presiden, kata dia, ditujukan untuk 19 lokasi yang jumlahnya sekitar 1 juta penduduk miskin dari total 15,5 juta penduduk miskin. Sisanya, kata dia, dituntaskan pada tahun 2015 secara bertahap.
Terkait dengan data penduduk miskin, kata dia, akan menggunakan basis data terpadu yang berasal dari satu sumber agar tidak ada perbedaan pandangan soal warga miskin. Rencananya, lanjut dia, pada tahun 2015 akan dilakukan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) dengan mendasarkan data PPLS 2011.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 166 Tahun 2014 tentang Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Perpres ini merupakan dasar hukum bagi pemerintah dalam melaksanakan program penanggulangan kemiskinan dengan menerbitkan tiga kartu, yang disebut-sebut sebagai ‘Kartu Sakti’.

Perpres diterbitkan sebagai dasar bagi pemerintah atau pemerintah daerah dalam menjalankan program yang bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat, sehingga bisa mengurangi jumlah penduduk miskin serta meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Salah satu bentuk untuk mengurangi penduduk miskin tersebut dilakukan melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi. Perpres ini secara khusus juga menyebutkan sejumlah cara menanggulangi kemiskinan melalui program perlindungan sosial.

Setidaknya, terdapat tiga program perlindungan sosial yang disebutkan dalam Perpres, yaitu program simpanan keluarga sejahtera, program Indonesia pintar dan program Indonesia sehat. Agar program-program tersebut tepat sasaran, pemerintah melakukan pendataan penerima program perlindungan sosial.

Dalam melaksanakan program perlindungan sosial, pemerintah menerbitkan kartu identitas bagi penerima program. Kartu identitas tersebut adalah kartu keluarga sejahtera untuk penerima program simpanan keluarga sejahtera, kartu Indonesia pintar untuk penerima program Indonesia pintar dan kartu Indonesia sehat untuk penerima program Indonesia sehat.

Guna mendukung kelancaran pelaksanaan program tersebut, pemerintah membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Pembentukan tim ini ditetapkan dengan Perpres sendiri. Pendanaan bagi pelaksanaan orogram percepatan dan penanggulangan kemiskinan tersebut bersumber dari APBN, APBD dan sumber pendanaan lain yang tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Namun terdapat dilema atas penerbitan Perpres tersebut. Perpres itu mulai berlaku pada 10 November 2014. Sedangkan peluncuran Kartu Sakti terjadi pada 3 November 2014. Peluncuran tersebut mengacu dari Instruksi Presiden (Inpres) No. 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar dan Program Indonesia Sehat untuk Membangun Keluarga Produktif. Tak pelak, peluncuran tersebut menimbulkan pro dan kontra.

Salah satunya datang dari Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra. Ia menilai, Inpres ini tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum atau payung hukum untuk kartu sakti Jokowi. “Inpres itu perintah doang, bukannya payung hukum. Dikeluarkannya Inpres itu dasar hukumnya apa?” sebut Yusril dalam akun twitternya @Yusrilihza_Mhd.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, Inpres memang tidak masuk ke dalam kategori peraturan perundang-undangan. Bila mengacu ke Pasal 7 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, setidaknya ada tujuh peraturan yang masuk ke dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.

Yakni, (a) UUD 1945; (b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; (c) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; (d) Peraturan Pemerintah; (e) Peraturan Presiden; (f) Peraturan Daerah Provinsi; dan (g) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Sementara itu, Pokja Advokasi Daerah Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Edi Safrijal menganggap program "kartu sakti" meyakini tidak akan tumpang tindih dengan program di daerah. Menurut dia, yang terjadi justru akan saling melengkapi satu sama lain.
Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait