Jaksa Agung Tekankan Keadilan Substantif dalam Penanganan Perkara
Terbaru

Jaksa Agung Tekankan Keadilan Substantif dalam Penanganan Perkara

Jaksa yang modern di masa yang akan datang bukan hanya sebagai Jaksa humanis dari segi penegakan hukum, tetapi dapat menjadi bagian dari jawaban atau solusi persoalan-persoalan hukum di masyarakat.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Jaksa Agung ST Burhanuddin. Foto: Istimewa
Jaksa Agung ST Burhanuddin. Foto: Istimewa

Sebagai instansi yang menjalankan kekuasaan negara bidang penuntutan dan kewenangan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kejaksaan mengemban fungsi yang dijalankan secara merdeka. Hal tersebut tertuang dalam UU No.11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI (UU Kejaksaan).

“Pelaksanaan kekuasaan negara di bidang penuntutan, Kejaksaan berwenang untuk dapat menentukan suatu perkara dilimpahkan ke pengadilan dan memiliki arti penting dalam menyeimbangkan antara aturan yang berlaku (rechtmatigheid) serta interpretasi yang bertumpu pada tujuan atau asas kemanfaatan (doelmatigheid) dalam proses peradilan pidana,” ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin sebagaimana dikutip dari laman resmi Kejaksaan Agung RI, Minggu (26/2/2023).

Baca Juga:

Ia mengingatkan selama ini terjadi perubahan paradigma penegakan hukum yang semula formalistik bergeser ke keadilan hukum substantif. Kejaksaan telah menerbitkan Peraturan Kejaksaan RI No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Misalnya, kewenangan Jaksa melakukan diskresi penuntutan atau prosecutorial discretion yang mempertimbangkan berbagai hal. Seperti hukum yang berkembang di masyarakat, kearifan lokal, serta nilai-nilai moral, etika, maupun keadilan dalam masyarakat.

“Sebagai seorang Jaksa harus mampu menggali nilai-nilai hukum dalam masyarakat agar penegakan hukum mampu beradaptasi dengan kebutuhan hukum masyarakat. Jaksa bukan cerobong undang-undang yang bersifat kaku, baku, dan membeku. Perlu menggunakan hati nurani di setiap pengambilan keputusan dalam proses penegakan hukum, karena hati nurani tidak ada dalam buku. Gunakan kepekaan sosial Saudara-saudara!” pesannya.

Menurutnya, keadilan formalistik yang terbelenggu aturan hukum yang bersifat kaku agar mengejar kepastian hukum tak lagi bisa dipertahankan. Dewasa ini, yang berkembang dan beradaptasi dengan kebutuhan rasa keadilan masyarakat disebut keadilan substantif. “Ketika Jaksa Penuntut Umum harus menyatakan sikap banding atau tidak, wajib mempertimbangkan dinamika hukum dan keadilan yang berkembang di masyarakat dengan menggunakan standar dan syarat-syarat tertentu yang sangat ketat,” kata dia.

Burhanuddin lantas menyoroti kasus Terdakwa Ferdy Sambo dkk. Dari survei yang dilakukan, terdapat 92% penduduk Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas mengetahui dan mengikuti perkembangan kasus. Sampai-sampai, telah sampai ke telinga Jaksa Agung adanya salah satu stasiun televisi nasional yang menyatakan 50 juta views permirsa tiap harinya menyaksikan proses persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J). Banyak masyarakat menyampaikan perasaannya selama proses persidangan.

Tags:

Berita Terkait