Menelaah Jeratan Pasal Tipikor Eks Dirut Pertamina
Terbaru

Menelaah Jeratan Pasal Tipikor Eks Dirut Pertamina

Penerapan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor perlu mempertimbangkan adanya kesengajaan dan kausalitas antara subjek tindak pidana, unsur melawan hukum dan unsur memperkaya sendiri atau orang lain.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Nahas, setelah lepas dari segala tuntutan dalam putusan kasasi Mahkamah Agung, mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina periode 2009-2014 Galaila Karen Kardinah (GKK) alias Karen Agustiawan (KA) kembali berurusan dengan hukum dalam kasus berbeda. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Karen sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Luquiefied Natural Gas (LNG) di Pertamina tahun 2011-2021.

Menetapkan serta mengumumkan tersangka GKK alias KA selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) tahun 2009-2014,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023) malam, sebagaimana dikutip dari laman Antara.

KPK menjerat Karen dengan sangkaan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan, “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 dan paling banyak Rp1.000.000.000”.

Sedangkan Pasal 3 menyebutkan, “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000 dan paling banyak Rp1.000.000.000”.

Baca juga:

Kekhawatiran para pengambil kebijakan di perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berujung adanya indikasi kerugian negara kerap dijerat dengan kedua pasal tersebut. Para pengambilan kebijakan di perusahaan BUMN perlu hati-hati, karena Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor kerap mengintai. Terlepas itu, perlu melihat lebih jauh soal penjelasan dari Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor.

Sebagaimana tertuang dalam UU 31/1999, penjelasan Pasal 2 ayat (1) menyebutkan, “Yang dimaksud dengan 'secara melawan hukum' dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini, kata 'dapat' sebelum frasa 'merugikan keuangan atau perekonomian negara' menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat”.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait