Pelaksanaan Suatu Perjanjian: Pelaksanaan Perjanjian dengan Iktikad Baik
Kolom Hukum J. Satrio

Pelaksanaan Suatu Perjanjian: Pelaksanaan Perjanjian dengan Iktikad Baik

​​​​​​​Kalau pelaksanaan perjanjian sesuai dengan kata-katanya akan menimbulkan ketidakpantasan dan ketidakpatutan, maka Hakim boleh menafsirkan atau mengubah isi perjanjian sedemikian rupa.

RED
Bacaan 2 Menit

 

Apakah kalau pelaksanaan sepakat seperti apa adanya akan menimbulkan ketidakpantasan dan ketidakpatutan, Hakim boleh mengubah atau menafsirkan isi perjanjian sedemikian rupa, sehingga memenuhi tuntutan iktikad baik yang objektif?

 

Untuk menjawab pertanyaan itu, kita lebih baik melihat bagaimana praktik pengadilan ketika menghadapi masalah seperti itu.

 

Suatu hari pengadilan dihadapkan pada perkara, yang pada intinya penggugat telah mengasuransikan kuda pejantan yang bernama Artis de Laboureur terhadap kerugian yang timbul, kalau suatu ketika kuda itu dinyatakannya tidak lagi memenuhi syarat sebagai kuda pejantan.[2] Suatu hari kuda itu betul dinyatakan mengidap cacat, yang mengakibatkan kuda itu dinyatakan tidak memenuhi syarat lagi sebagai kuda pejantan.

 

Penggugat menuntut pembayaran santunan asuransi dari Perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi menolak tuntutan, dengan alasan, bahwa dalam polis telah disepakati, bahwa semua sengketa mengenai asuransi yang bersangkutan akan diselesaikan oleh Dewan Komisaris perusahaan asuransi, yang dalam keputusannya telah menyatakan, bahwa tidak bisa diberikan ganti rugi, karena penggugat tidak mengalami kerugian yang perlu diganti.

 

Ketika masalah itu dibawa ke pengadilan, Rechtbank (pengadilan pertama) telah memutuskan untuk membatalkan keputusan Dewan Komisaris, karena tidak didasarkan atas penyelidikan yang teliti dan telah menganggap tidak perlu mendengar penggugat, sehingga ketentuan dalam perjanjian itu tidak telah dilaksanakan dengan iktikad baik. Jadi menurut Rechtbank cara melaksanakan perjanjian seperti yang disebutkan di atas adalah bukan pelaksanaan perjanjian dengan iktikad baik.

 

Perusahaan asuransi mengajukan banding. Dalam banding Hof (pengadilan banding) telah mempertimbangkan, bahwa memang sebagai ternyata dari polisnya, para pihak menghendaki agar perselisihan sebagai yang terjadi akan diselesaikan oleh Dewan Komisaris perusahaan asuransi. Sekalipun ketentuan polis sebagaimana adanya, memungkinkan diberikannya keputusan oleh pihak yang tidak netral, namun bagaimanapun hal itu telah disepakati oleh para pihak, sehingga mengikat para pihak sebagai undang-undang. Atas dasar itu Hof menganggap, bahwa keputusan Dewan Komisaris tidak bisa dibatalkan oleh Hakim. Jadi menurut Hof perjanjian harus dilaksanakan menurut apa yang telah disepakati.

 

Ketika masalah itu sampai di pengadilan kasasi, HR a.l. telah mempertimbangkan, bahwa Pasal 1338 ayat (3) B.W., dengan menetapkan, bahwa perjanjian yang dibuat secara sah harus dilaksanakan dengan iktikad baik, mau memberikan suatu patokan (ketentuan), bahwa didalam perjanjian dipersangkakan ada terkandung maksud para pihak, bahwa pelaksanaan apa yang telah disepakati akan terjadi dengan mengindahkan tuntutan kepantasan dan kepatutan, dan tujuan ketentuan itu adalah agar maksud itu terlaksana (HR 9 Februari 1923, NJ. 1923, 676). Ternyata HR mempersangkakan, bahwa adalah menjadi maksud dari para pihak dalam perjanjian, untuk melaksanakan perjanjian itu secara pantas dan patut.

Tags:

Berita Terkait