Pengaturan UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU masih jadi pembahasan berbagai pihak hingga saat ini. Pro dan kontra terhadap aturan tersebut tak dapat terhindarkan sedari proses pembentukannya hingga menjadi UU. Salah satu pengaturan yang jadi perhatian yaitu fleksibilitas pasar tenaga kerja.
Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Tadjudin Noer Effendi menyebut UU 6/2023 dapat menciptakan fleksibilitas pasar tenaga kerja melalui beberapa pasal dalam UU tersebut. Ia menyebut beberapa pasal dalam UU itu dapat mendukung fleksibilitas pasar kerja. Pasal 59-66 misalnya, mengatur ketentuan mengenai jam kerja yang fleksibel.
“UU Cipta kerja memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan jam kerja dengan kebutuhan produksi dan permintaan pasar. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas dan efesiensi perusahaan,” ujarnya dalam diskusi secara daring bertema ‘UU Cipta Kerja Dorong Perlindungan Kerja Buruh’, Selasa (2/5/2023).
Baca juga:
- Kemenaker Klaim UU Cipta Lebih Lindungi Buruh, Ini Alasannya!
- May Day 2023, YLBHI Minta UU Cipta Kerja Dibatalkan
Demikian halnya dengan penggunaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pasal 57-58 dan kemudahan pemutusan hubungan kerja dalam pasal 151-160. Menurutnya, pasal tersebut dapat mengakomodasi kebutuhan perusahaan dalam menghadapi fluktuasi permintaan pasar. Serta memberikan fleksibilitas bagi perusahaan untuk menyesuaikan tenaga kerjanya dengan kebutuhan pasar.
Namun begitu, Tadjudin memberikan catatan. Menurutnya, UU 6/2023 belum maksimal mengaakomodir kepentingan pekerja di sektor nonformal. Pada hal menurutnya, belakangan ini di Indonesia berkembang pekerjaan yang disebut kerjaan fleksibilitas. Seperti ojek online serta pekerja bebas lainnya yang berkembang dengan pesat.
“Sayangnya ini belum masuk di dalam UU Cipta kerja, terutama yang berkaitan dengan jaminan sosial dan lain sebagainya,” katanya.