Potensi Ubah Konstitusi, MK Diminta Tolak Uji Masa Jabatan Wapres
Utama

Potensi Ubah Konstitusi, MK Diminta Tolak Uji Masa Jabatan Wapres

Perindo meminta MK menafsirkan agar pembatasan dua kali masa jabatan wakil presiden dimaknai berturut-turut meski belum genap lima tahun. Sedangkan, Pihak Terkait memandang tafsir pembatasan masa jabatan wakil presiden sudah jelas baik secara berturut-turut maupun tidak sesuai Pasal 7 UUD Tahun 1945.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Setelah Wakil Presiden Jusuf Kalla melalui kuasanya Irman Putrasidin menjadi pihak terkait, sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Penjaga Konstitusi pun resmi menjadi pihak terkait yang mengkuasakan kepada Denny Indrayana dari Indrayana Center for Government Constitution and Society (Integrity). Ini sehubungan dengan uji Penjelasan Pasal 169 huruf n UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai permintaan tafsir masa jabatan wakil presiden yang dilayangkan pengurus Partai Persatuan Indonesia (Perindo).    

 

Mereka diantaranya Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini; Kepala Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi FH Universitas Jember (Puskapsi FH UNEH) Bayu Dwi Anggono; Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas (PuSaKO FH Unand) Feri Amsari; Kepala Pusat Kajian Hukum Dan Demokrasi (Puskahad FH UNS) Agus Riewanto; Dosen Hukum Tata Negara FH Universitas Udayana Jimmy Zeravianus Usfunan, dan Dosen Hukum Administrasi Negara FH UGM Oce Madril.

 

Salah satu pihak terkait, Titi Anggraini menilai pengujian Penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu senyatanya ingin mengubah desain norma Pasal 7 UUD 1945 agar tidak lagi membatasi masa jabatan wakil presiden yang sebenarnya telah jelas dan tegas. “Ini tentu berpotensi mengubah UUD 1945. Padahal kita tahu kewenangan ini berada di MPR bukan MK,” kata Titi di Gedung MK Jakarta, Senih (30/7/2018). (Baca Juga: Aturan Pembatasan Pencalonan Presiden Digugat)

 

Pihaknya, telah sepakat bahwa penafsiran aturan masa jabatan presiden dan wakil presiden tidak perbedaan. “Mau berturut-turut atau tidak berturut-turut, yang namanya jabatan presiden dan wakil presiden itu, masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali satu kali masa jabatan yang sama setelahnya sesuai Pasal 7 UUD 1945,” kata dia.

 

Penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu menyebutkan “yang dimaksud dengan belum pernah menjabat 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari 5 (lima) tahun.”

 

Selengkapnya, Pasal 7 UUD Tahun 1945 berbunyi, “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

 

Pihaknya khawatir bila permohonan ini dikabulkan akan menjadi ancaman bagi konsep pembatasan kekuasaan yang telah diterapkan selama ini. “Maka dari itu kami mengajukan diri sebagai pihak terkait untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan menjaga demokrasi konstitusi kita,” katanya.

 

Kuasa hukum pihak terkait Denny, Denny Indrayana berpendapat di negara-negara lain juga menggunakan konsep pembatasan jabatan presiden dan wakil presiden. “Kami bisa pastikan hampir seluruh negara dengan sistem presidensial mengatur pembatasan jabatan presiden dan wakil presiden,” kata dia.

 

Menurut mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini tafsir gramatikal norma pembatasan masa jabatan wakil presiden sesuai Pasal 7 UUD 1945 termasuk dalam ketentuan hukum (UU Pemilu). “Terdapat asas hukum yang menyebut suatu ketentuan yang sudah jelas jangan ditafsirkan kembali,” sebutnya.

 

Tak hanya itu, dalam sejarahnya pembatasan jabatan tidak hanya berlaku bagi presiden, tetapi termasuk juga wakil presiden. Dalam TAP MPR No. XIII/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden atau perubahan pertama Pasal 7 UUD 1945 disebutkan baik presiden maupun wakil presiden tidak dapat menjabat lebih dua kali masa jabatan atau paling lama sepuluh tahun. “Tidak peduli dua kali masa jabatan berturut-turut ataupun tidak berturut-turut,” lanjutnya.

 

Ini sejalan dengan pembahasan perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002 (Buku Keempat, Kekuasaan Pemerintah Negara Jilid I, halaman 472 – 486) bahwa masa jabatan wakil presiden maksimal dua periode, atau paling lama sepuluh tahun, tidak mensyaratkan harus berturut-turut atau tidak. “Semua fraksi di MPR mengusulkan pembatasan berlaku bagi keduanya, karena semuanya menggunakan frasa ‘Presiden dan Wakil Presiden’,” katanya.  

 

Karenanya, Denny meminta kepada Mahkamah menyatakan permohonan tidak dapat diterima (niet ontvantkelijk verklaard) karena MK tidak berwenang melakukan pengujian permohonan ini. Sebab, jika dikabulkan akan mengubah Pasal 7 UUD 1945. “Permohonan ini merupakan kewenangan MPR,” kata Denny.

 

Atau, jika Mahkamah menganggap permohonan ini menjadi kewenangannya, pihaknya meminta MK menolak permohonan Perindo ataupun Pihak Terkait Jusuf Kalla untuk seluruhnya. Sebab, sejatinya Pasal 169 huruf n dan penjelasannya ataupun Pasal  227 huruf i UU Pemilu tidak bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

 

Sidang perbaikan

Di hari yang sama, Mahkamah juga menggelar sidang perbaikan uji materi Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang diajukan Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo dan Sekretaris Jenderal Partai Perindo Ahmad Rofiq. Kuasa hukum pemohon, Christophorus Taufik menilai Penjelasan Pasal 169 huruf n telah merugikan pemohon. Sebab, pemohon yang ingin mengusungkan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Pemilu 2019 terjanggal akibat adanya frasa “tidak berturut-turut” dalam norma tersebut.

 

Dia menilai frasa “tidak berturut-turut” dalam Penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu tidak relevan dan bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945. Sebab, norma tersebut telah membatasi masa jabatan wakil presiden selama 2 kali masa jabatan, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut.

 

“Ini terkesan telah menambah norma baru dalam Pasal 169 huruf n UU No. 7 tahun 2017,” lanjutnya.

 

Menurutnya, Pasal 7 UUD 1945 terutama frasa “dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama” bermakna berturut-turut tanpa jeda untuk menjadi presiden dan wakil presiden yang telah memegang jabatan selama lima tahun. Baginya, instrumen peraturan perundang-undangan tidak boleh membatasi dan mengamputasi hak seseorang yang ingin menjadi presiden dan wakil presiden meski telah menjabat dua kali masa jabatan yang sama sepanjang tidak berturut-turut. Baca Juga: Tak Miliki Legal Standing, Uji Syarat Wapres Dua Kali Kandas

 

Dalam petitum permohonannya, Perindo meminta Mahkamah agar Penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang terdapat frasa "tidak berturut-turut". Penjelasan Pasal itu seharusnya berbunyi “Yang dimaksud dengan belum pernah menjabat 2 kali masa jabatan dalam jabatan yang sama adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama 2 kali masa jabatan berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari 5 tahun.”

 

Menanggapi perbaikan permohonan ini, Ketua Majelis Panel Arief Hidayat mengatakan akan dibahas permohonan ini dalam Rapat Permusyarawaran Hakim. “Apakah permohonan ini akan berlanjut ke sidang pleno atau tidak, nanti akan segera diberitahukan,” katanya.

 

Seperti diketahui, Jusuf Kalla telah dua kali menjabat sebagai wakil presiden pada periode 2004-2009 mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan periode 2014-2019 mendampingi Joko Widodo meskipun belum genap lima tahun.    

Tags:

Berita Terkait