Takut Dipidana, Pertamina Pertimbangkan Jual BBM Lebih Mahal
Utama

Takut Dipidana, Pertamina Pertimbangkan Jual BBM Lebih Mahal

Pemerintah dan DPR diharapkan segera menerbitkan landasan hukum untuk penyaluran BBM bersubsidi melebihi kuota.

KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 mengamanatkan kepada PT Pertamina (Persero) untuk menyalurkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebanyak 46 juta kiloliter. Namun kenyataannya, konsumsi masyarakat melebihi kuota yang ditetapkan. Berdasarkan perhitungan Pertamina, sampai 31 Desember 2014, over kuota BBM bersubsidi diperkirakan mencapai 1,3 juta kiloliter.

Di sisi lain, sebagai entitas bisnis Pertamina tak boleh merugi. Badan usaha milik negara (BUMN) perseroan mendapat mandat dari pemerintah untuk mencari keuntungan. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negaramenyebut bahwa seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Artinya, keuangan BUMN dianggap sebagai keuangan negara. Jika ada kerugian dari BUMN maka dianggap telah terjadi kerugian negara. Karenanya, masuk dalam ranah pidana korupsi.

Terkait dengan hal itu, menurut  Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir, Pertamina tidak bisa memenuhi over kuota BBM. Ia menegaskan, pemenuhan over kuota baru bisa dilaksanakan jika ada dasar hukum yang member kepastian bahwa Pertamina memperoleh kepastian jaminan pembayaran BBM bersubsidi oleh pemerintah. Sebab, ketika diaudit BPKP Pertamina harus bisa mempertanggungjawabkan pemenuhan over kuota BBM bersubsidi itu.

"Anda menyalurkan BBM segitu, melampaui kuota itu dasarnya apa? Kan pasti diaudit. Kalau tidak ada dasar sebagai korporasi tidak bisa," kataAli di Jakarta, Kamis (4/12).

Oleh karena itu, Ali berharap pemerintah dan DPR segera menerbitkan landasan hukum bagi Pertamina. Menurutnya, dengan adanya landasan yang legal-formal, maka pihaknya akan siap menyalurkan BBM bersubsidi melebihi kuota APBN. Ia menekankan pentingnya landasan hukum itu terkait dengan mekanisme pembayaran BBM bersubsidi yang harus ditetapkan melalui mekanisme APBN.

"Selama ini pembayaran BBM bersubsidi harus melalui mekanisme APBN di bahas bersama DPR," ujarnya.

Sebagai langkah antisipasi agar kuota BBM bersubsidi tidak jebol Pertamina menawarkan sejumlah opsi. Di antaranya dengan menjual BBM bersubsidi sesuai harga keekonomian. Artinya, masyarakat akan membeli BBM dengan harga lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah.

"Kami sedang memikirkan keinginan jual solar dan premium subsidi sesuai harga keekonomian. Itu salah satu solusi yang baik," ucapnya.

Direktur Niaga dan Pemasaran Pertamina, Hanung Budya, mengungkapkan bahwa Pertamina pernah mendapat landasan penyaluran BBM bersubsidi pada era kepemimpinan SBY. Ia mengatakan, landasan itu diberikan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung. Menurut Hanung, perintah lisan CT saat itu dijadikan dasar bagi Pertamina untuk tak lagi melakukan pemangkasan kuota BBM subsidi ke SPBU-SPBU mulai 26 Agustus 2014 lalu.

"Atas dasar arahan dari pemerintah melalui menko perekonomian, Pertamina akan membuat surat ke kementerian keuangan, akan menyalurkan BBM subsidi sesuai permintaan masyarakat, apabila lebih maka akan ditanggung pemerintah," katanya.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, menegaskan bahwa pemerintah telah meminta Pertamina agar tetap menjual harga BBM bersubsidi sesuai dengan Permen ESDM No. 6 Tahun 2014 yang telah ditetapkan pada 17 November 2014.

"Nanti yang mengganti kekurangan subsidi BBM bukan pemerintah, itu nanti yang melaksanakan Pertamina, dan Pertamina menyanggupi itu," katanya.

Menurutnya, pemerintah tak akan meminta tambahan anggaran untuk subsidi BBM. Hal ini dalam rangka menghindari jerat pelanggaran terhadap UU APBN 2014. Sudirman menekankan bahwa pemegang saham Pertamina telah menyetujui hal tersebut. Namun, ia enggan berkomentar terkait dengan dasar hukum yang diminta Pertamina.

“Sudah. Itu saja, jangan dikorek-korek lagi. Kepentingan saat ini terkait BBM bersubsidi adalah masyarakat tidak khawatir soal pasokan dari Premium dan Solar itu,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait